Sabtu, 29 November 2008

Porsche Panamera Dipasarkan Juni 2009

Porsche Panamera baru akan dipasarkan pada bulan Juni 2009. Walaupun masih enam bulan lagi, tetapi Porsche AG yang berkedudukan di Stuttgart, Jerman, telah merilis foto resmi Panamera sebagaimana aslinya. Desain, sosok, dan siluet Panamera yang khas mobil empat pintu keluaran Porsche, menjadikan mobil itu dapat langsung disisipkan sebagai anggota keluarga Porsche yang baru.


Panamera yang didesain sebagai mobil sport grand touring berpintu empat memadukan beberapa talenta khusus yang dimiliki mobil-mobil keluaran Porsche, yakni pengendaraan sport yang dinamis, interior yang mewah dan sporty, dan kenyamanan berkendara yang tinggi. Jika disandingkan dengan mobil sport 911, Boxster, Cayman, dan Cayenne yang sport utility vehicle (SUV), maka Panamera merupakan model serie yang keempat.

Panamera berukuran panjang 4,970 meter, lebar 1,931 meter, dan tinggi 1,418 meter. Dengan dimensi seperti itu, Panamera lebih lebar dan lebih rendah ketimbang mobil empat pintu lainnya.

Para desainer berhasil memosisikan Panamera sebagai model baru yang berbeda, walaupun masih mempertahankan ciri khas Porsche. Dalam gaya dan detail, Panamera mengikuti filosofi desain 911 yang terus disempurnakan dalam beberapa decade, dan secara sukses juga diterapkan pada Boxster, Cayman, dan Cayenne.



Walaupun berpintu empat, tetapi Panamera memiliki DNA sebuah coupe (mobil berpintu dua). Selain memukau, sosok Panamera pun terlihat bertenaga. Sama seperti model-model Porsche lainnya, Panamera pun berorientasi pada keinginan dan keperluan pengendara.

Namun, mengingat Panamera juga dimaksudkan sebagai mobil untuk penggunaan sehari-hari, maka keempat kursi dibuat senyaman mungkin. Bagasi dibuat cukup lapang untuk dapat memuat barang milik semua penumpang.



Mesin V6 atau V8
Untuk mesin, Panamera tidak menggunakan mesin mendatar atau horizontal berlawanan, yang lebih populer dengan nama mesin boxer. Mesin yang dipilih adalah mesin berkonfigurasi V, dengan 6 atau 8 silinder, dengan kisaran tenaga dari 300 sampai 500 PK. Beberapa mesin menggunakan turbocharger, injeksi bahan bakar langsung, yang membuat mesin itu bertenaga dan tetap hemat dalam mengonsumsi bahan bakar.

Dan, tenaga dan torsi mesin itu disalurkan ke roda melalui persneling manual dengan 6 tingkat kecepatan, atau persneling otomatik dengan 7 tingkat kecepatan yang dilengkapi dua kopling, yang juga disebut dengan nama Porsche Doppelkupplung (PDK).

Sebagai tambahan terhadap varian yang menggunakan penggerak roda belakang, Panamera juga akan muncul dengan varian berpenggerak empat roda, yang merupakan varian yang teratas. Panamera juga akan muncul dengan varian mobil hibrida.



Detail lebih jauh mengenai mesin, persneling, harga, dan perangkat pelengkap
akan diungkapkan pada bulan Maret mendatang.

Panamera akan diproduksi di pabrik Porsche di Leipzig. Sementara mesin Panamera dibuat di pabrik utama Porsche di Zuffenhausen, sedangkan potongan-potongan bodi disalurkan oleh pabrik Volkswagen di Hanover. Sekitar 70 persen dari seluruh komponen Panamera dibuat di Jerman, itu sebabnya mobil yang direncanakan akan diproduksi sebanyak 20.000 unit per tahun itu disebut sebagai mobil ”Made in Germany”.(JL)

Label:

Mengapa Anak-anak yang Harus Dikorbankan?

Tanggal 21 November 2008, Wakil Gubernur DKI Jakarta Prijanto di
Balaikota mengatakan, mulai tanggal 2 Januari 2009, jam masuk sekolah
yang saat ini pukul 07.00 akan dimajukan menjadi pukul 06.30.
Sebagai alasan, Prijanto mengutarakan bahwa jam masuk sekolah yang
dimajukan 30 menit itu diharapkan dapat mengurangi beban kemacetan
jalan raya dari 6 hingga 14 persen.
Keputusan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta itu langsung ditanggapi
negatif oleh pemerhati permasalahan anak, Giwo Rubianto Wiyogo,
keesokan harinya. Ia mengatakan, kebijakan memajukan jam masuk sekolah
itu sebagai kurang memerhatikan hak anak.


Keputusan untuk memajukan jam masuk sekolah itu memang sulit
diterima, terutama oleh warga yang tinggal di pinggiran kota Jakarta.
Mengingat selama ini, untuk tidak sampai terlambat di sekolah yang
dimulai pukul 07.00, anak-anak mereka harus berangkat ke sekolah satu
setengah hingga dua jam sebelumnya.
Itu berarti mereka sudah harus dibangunkan pada pukul 04.30 sampai
pukul 05.00 sehingga mereka masih memiliki cukup waktu untuk mandi dan
sarapan. Jika jam masuk sekolah dipercepat menjadi pukul 06.30, itu
berarti ada anak-anak yang sudah dibangunkan dari tidur pada pukul
04.00, pada saat sebagian besar orang masih terlelap di tempat tidur.
Empat tahun yang lalu, Kompas telah menurunkan tulisan yang
berjudul "Anak-anak Berangkat ke Sekolah Semakin Pagi". Dalam tulisan
itu digambarkan bagaimana anak-anak sekolah berdiri di pinggir jalan
menanti kendaraan umum dan mobil-mobil pribadi keluar dari kompleks
permukiman untuk mengantar anak-anak ke sekolah, walaupun jam masih
menunjukkan waktu pukul 05.00. Pemandangan seperti itu adalah
pemandangan sehari-hari di pinggiran kota Jakarta.
Di pinggiran Jakarta, kemacetan lalu lintas semakin lama semakin
parah. Akibatnya, waktu yang diperlukan anak-anak untuk sampai ke
sekolah mereka di kota Jakarta menjadi lebih lama. Jika tidak ingin
terlambat sampai di sekolah, anak-anak tidak mempunyai pilihan lain
kecuali berangkat lebih pagi, dan itu juga berarti mereka harus bangun
lebih pagi.
Memang jika mereka berangkat lebih bagi, mereka tidak memerlukan
waktu lama dalam perjalanan menuju ke sekolah. Bagi yang menggunakan
kendaraan pribadi ke sekolah, mereka dapat meneruskan tidur di mobil
selama perjalanan ke sekolah atau bahkan setelah sampai di sekolah.
Namun, bagi yang menggunakan kendaraan umum, hal itu tidak dapat
dilakukan.
Sejak akhir tahun 1990-an, di pinggiran kota Jakarta, keluar rumah
pada pukul 06.00 sudah bisa dikatakan terlambat. Kini, keluar rumah
pada pukul 05.30 pun sudah dianggap terlambat. Bagaimana jika jam
masuk sekolah dipercepat 30 menit?
Saat ini, jika jam sudah menunjukkan waktu pukul 05.30, sudah
sangat sulit untuk mendapatkan kendaraan umum yang kosong. Kalaupun
menggunakan kendaraan pribadi, harus menghabiskan waktu satu setengah
hingga dua jam dengan merayap di keramaian lalu lintas. Tidak jarang
waktu yang diperlukan lebih lama dari itu. Manajemen lalu lintas yang
buruk dan rendahnya disiplin pengguna jalan membuat kemacetan lalu
lintas menjadi semakin runyam. Yang dimaksud dengan pengguna jalan
raya itu mencakup pengendara mobil pribadi maupun angkutan umum
(angkutan umum, mikrolet, metromini, dan bus), pengendara sepeda
motor, pengguna kendaraan umum, pejalan kaki, dan pedagang kaki lima.

Mencari cara yang mudah
Pertambahan jumlah penjualan mobil dan sepeda motor adalah hal
yang wajar seiring dengan bertambah baiknya kehidupan ekonomi
masyarakat. Persoalannya, pertumbuhan kendaraan bermotor setiap tahun
rata-rata 11 persen, sedangkan pertumbuhan jalan di Jakarta kurang
dari 1 persen, akibatnya kemacetan lalu lintas tak terhindarkan.
Reaksi spontan yang segera muncul ke permukaan, termasuk reaksi
pemerintah, adalah keinginan untuk membatasi kepemilikan kendaraan
bermotor. Orang lupa bahwa semakin banyak mobil yang dibeli, berarti
semakin banyak pula mobil yang diproduksi. Dan, semakin banyak mobil

yang diproduksi, semakin banyak pula lapangan kerja yang tersedia.
Produksi mobil itu seperti sebuah mata uang yang mempunyaidua
sisi. Di satu sisi, semakin banyak mobil yang diproduksi, semakin
besar potensi kemacetan yang akan ditimbulkan. Namun, di sisi lain,
semakin besar pula pemasukan pemerintah yang diperoleh dari pajak
kendaraan bermotor, dan juga semakin besar tenaga kerja yang dapat
diserap.
Berbagai cara telah diupayakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
untuk mengatasi kemacetan, mulai dari menerapkan kebijakan 3 + 1
(three in one), membangun jalan tol, jalan lintas atas (flypass atau
overpass), dan lintas bawah (underpass), sampai membuka lajur busway.
Namun, berbagai upaya yang dilakukan pemprov itu tidak memberikan
hasil seperti yang diharapkan mengingat semua upaya itu hanya
memindahkan titik-titik kemacetan dari satu wilayah ke wilayah yang
lain.
Persoalannya, pemerintah provinsi tidak menyentuh inti persoalan
utama yang menyebabkan terjadinya kemacetan, yakni buruknya manajemen
lalu lintas dan rendahnya disiplin pengguna jalan raya.
Ruas jalan menyempit yang dalam istilah lalu lintas dikenal dengan
nama leher botol (bottle neck) terdapat di mana-mana, serta
pelanggaran terhadap rambu-rambu dan tanda-tanda lalu lintas terjadi
di mana-mana. Uniknya, pelanggaran terhadap rambu-rambu dan tanda-
tanda lalu lintas itu berlangsung di depan mata petugas kepolisian.
Sebagai akibatnya, kemacetan terjadi di mana-mana.
Dan, sebelum manajemen lalu lintas diatur dengan baik dan disiplin
penggunaan jalan raya ditegakkan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
sudah muncul dengan gagasan baru lagi, yakni memajukan jam masuk
sekolah menjadi pukul 06.30.
Pertanyaannya, mengapa pemerintah provinsi selalu memilih jalan
yang mudah? Mengapa pemerintah memilih mengurangi waktu tidur anak-
anak ketimbang membenahi manajemen lalu lintas dan menegakkan disiplin
pengguna jalan raya?(JL)

Artikel ini dimuat di harian Kompas, 26 November 2008, halaman 33


Label:

Jumat, 28 November 2008

Membayangkan Dunia Tanpa General Motors

Pada tanggal 23 November 2008, harian "Kompas" muncul dengan berita utama, GM "Berniat" Bangkrut. Judul itu tentu saja sangat mengejutkan. Siapa yang pernah membayangkan bahwa GM, singkatan dari General Motors, perusahaan pembuat mobil terbesar di dunia, yang 16 September lalu baru merayakan usianya yang ke-100, berniat untuk menyatakan diri bangkrut.

Foto: 24 Februari 1907: Para anggota Soerabajasche Motor Club (Klub Motor Surabaya) dalam perjalanan menuju Banyu Biru, Jawa Timur. Mobil yang berjajar dari kiri ke kanan: Reo, Darracq, Cadillac, Darracq, Fiat, Reo, Spijker, Reo, Reo, Reo, Reo, Peugeot, Albion, Minervette, Spijker, dan Mauser.



Kalau sampai GM bangkrut, ada 226.000 pekerja di seluruh dunia
akan kehilangan pekerjaan dan 139.000 pekerja di antaranya berada di
Amerika Serikat.
GM menaungi 13 merek mobil, yakni Chevrolet, Pontiac, Saturn,
Buick, Cadillac, Hummer, Saab, GMC, GM Daewoo, Holden, Opel, Vauxhal,
dan Wuling, serta memiliki 160 pabrik di dunia.
Memang, pekan lalu, media massa telah memberitakan bahwa tiga
perusahaan pembuat mobil terbesar di AS, yakni General Motors, Ford,
dan Chrysler, memerlukan dana talangan sebesar 25 miliar dollar AS
untuk menyehatkan kembali keuangan mereka akibat deraan krisis
keuangan yang melanda AS. Namun, permintaan dana talangan sebesar 25
miliar dollar AS itu terhambat karena mendapatkan tentangan keras dari
Kongres AS.
Akan tetapi, banyak kalangan yang percaya bahwa Pemerintah AS pada
akhirnya akan bersedia membantu ketiga perusahaan pembuat mobil itu
untuk mengatasi kesulitan keuangan yang dihadapi.
Karena, bagaimanapun, GM, Ford, dan Chrysler itu sudah menjadi
simbol kebesaran AS dalam industri otomotif di dunia. Itu sebabnya,
ketika muncul berita bahwa GM "Berniat" Bangkrut, banyak orang yang
terkejut.
Banyak yang tidak percaya bahwa Pemerintah AS membiarkan GM
bangkrut mengingat GM dan Ford merupakan dua perusahaan mobil pertama
di negara itu, yang usianya sudah lebih dari 100 tahun.
Rasanya sangat sulit untuk membayangkan dunia tanpa kehadiran GM
yang selama bertahun-tahun menjadi perusahaan mobil yang terbesar di
dunia. Tadinya, GM diikuti oleh Ford yang berada di urutan kedua.
Namun, dalam tiga tahun terakhir, perusahaan mobil asal Jepang,
Toyota, menempati urutan kedua dan menyingkirkan Ford ke urutan ketiga.
Jika pada akhirnya nanti Pemerintah AS benar-benar tidak memenuhi
permintaan ketiga perusahaan mobil terbesar AS untuk memberikan dana
talangan sebesar 25 miliar dollar AS, urutan pertama, kedua, hingga
kesepuluh akan ditempati oleh perusahaan pembuat mobil asal Jepang
atau Jerman, seperti Toyota, Volkswagen, Honda, Nissan/Renault,
PSA/Peugeot, dan bahkan perusahaan pembuat mobil asal Korea Selatan,
Hyundai/KIA.

Kehilangan besar
Tidak adanya lagi GM, Ford, dan Chrysler akan dirasakan dunia
sebagai kehilangan yang besar, demikian juga dengan Indonesia.
Bagaimana tidak, mobil-mobil seperti Cadillac dan Buick sudah hadir di
Indonesia jauh sebelum kemerdekaan Indonesia diproklamasikan tanggal
17 Agustus 1945. Tepatnya, pada saat Indonesia masih berada dibawah
pendudukan Belanda dan bernama Hindia Belanda (Nederlands Indie).







Foto: 1906: Cadillac milik C von Bornemann (memegang setir),
administratur pabrik gula Sewoe Galoer,
Yogyakarta. Tampak Gunung Merapi dan Merbaboe
di latar belakang.








Sejak tahun 1906, Cadillac sudah hadir di Yogyakarta. Bahkan,
ketika para pembesar Hindia Belanda yang tergabung dalam Soerabajasche
Motor Club (Klub Motor Surabaya) berpose beramai-ramai dengan mobil
mereka dalam perjalanan menuju ke pemandian Banyu Biru, 24 Februari
1907, Cadillac merupakan salah satu di antaranya.
Ford model T pun mulai hadir sejak tahun 1912, sementara Chevrolet
mulai hadir tahun 1928. Bahkan, kendaraan resmi kepresidenan Indonesia
yang pertama adalah Buick Eight. Pada tahun 1945, Presiden Soekarno
mendapatkan mobil buatan tahun 1939 itu dari seorang pengusaha dan ia
menjadikannya sebagai mobil dinas presiden.
H Mangil Martowidjojo, dalam bukunya yang berjudul Kesaksian
tentang Bung Karno 1945-1967 terbitan PT Gramedia Widiasarana
Indonesia (Grasindo), Jakarta, 1999, menceritakan bagaimana Presiden
Soekarno menentukan pelat nomornya sendiri, Indonesia 1.
Menurut Mangil, selain mobil Buick Eight itu, di Istana Yogyakarta
juga terdapat mobil lain yang dipinjamkan oleh Sri Paku Alam VIII
untuk keperluan Istana. Namun, Mangil tidak ingat merek mobil itu.
Selain dua mobil itu, di Istana kemudian juga terdapat mobil
DeSoto (1947) cabriolet, Cadillac (1947) cabriolet, Lincoln (1952)
cabriolet, Chrysler Crown Imperial (1957), dan Mercedes Benz 600.
Pada masa Orde Baru (1967-1998), kehadiran mobil- mobil keluaran
AS secara perlahan digantikan oleh mobil-mobil keluaran Jepang. Pada
masa itu, walaupun mobil-mobil keluaran AS masih ada, jumlahnya sudah
sangat minim.
Pada masa reformasi, secara perlahan-lahan mobil-mobil keluaran
AS, seperti Ford dan Chevrolet, mulai hadir kembali. Kendati jumlahnya
masih kecil apabila dibandingkan dengan mobil-mobil keluaran Jepang,
seperti Toyota, Honda, Mitsubishi, dan Suzuki, jumlah itu sudah
lumayan banyak.
Simak saja ada Ford Focus, Ford Escape, Ford Everest, dan Ford
Ranger, serta Chevrolet Spark, Chevrolet Captiva, Chevrolet Estate,
Chevrolet Kalos, dan Chevrolet New Aveo.
Entah apa yang akan terjadi dengan kelanjutan mobil-mobil Ford,
GM, dan Chrysler di Indonesia jika Pemerintah AS pada akhirnya
memutuskan untuk tidak memberikan dana talangan kepada tiga perusahaan
pembuat mobil tersebut.(JL)

Artikel ini dimuat di harian Kompas, 26 November 2008

Label:

Selasa, 04 November 2008

Sejarah Itu bukan Sekadar Angka-angka

Pameran Mobil Klasik Internasional Otoblitz (OICC) yang diselenggarakan di Balai Kartini, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, 22-24 Agustus 2008, sangat menarik. Untuk pertama kalinya, pameran mobil klasik yang diadakan setiap tahun itu juga melibatkan sepeda motor. Bagaimanapun sepeda motor hadir di negara ini, satu tahun sebelum kehadiran mobil.




Dengan demikian, sepeda motor merupakan kendaraan bermotor pertama yang lalu lalang di ruas-ruas jalan di negara ini, yang pada masa itu berada di bawah pendudukan Belanda, dan masih bernama Hindia Belanda (Nederlands Indie).

Sepeda motor pertama itu tiba dengan kapal laut di pelabuhan Semarang, Jawa Tengah, pada tahun 1893. Sepeda motor itu dipesan oleh John C Potter, Masinis Pertama Pabrik Gula Oemboel (Umbul) di Probolinggo, Jawa Timur, langsung ke pabriknya, Hildebrand und Wolfmüller, di Muenchen, Jerman. Sepanjang tahun 1893, John C Potter yang berkebangsaan Inggris itu adalah satu-satunya orang yang mengendarai kendaraan bermotor di negara ini.



Sedangkan mobil yang pertama di negara ini, yakni sebuah Benz, baru tiba pada tahun 1894. Mobil itu dipesan oleh Soesoehoenan Solo Paku Buwono X melalui toko kelontong Prottel & Co yang berlokasi di Passer Besar, Surabaya.

Yang menarik adalah di belakang sepeda motor dan mobil yang dipajang, dibentangkan backdrop yang menampilkan foto-foto dari sepeda motor pada masanya.

Backdrop seperti itu sangat penting untuk menggambarkan kehidupan masyarakat pada masa sepeda motor dan mobil-mobil itu lalu lalang di ruas-ruas jalan di negara ini. Mengingat, keberadaan sepeda motor dan mobil-mobil klasik itu tidak sekadar mewakili angka-angka tahun saja, tetapi juga mewakili kehidupan masyarakat pada masa kendaraan itu digunakan untuk beraktivitas sehari-hari.

Dan, penting untuk diingat bahwa angka-angka tahun itu juga mewakili rentang waktu tertentu, di mana kehidupan masyarakatnya pun sudah jauh berubah.



Foto: 1912: Warga Deli berpose dengan Fiat
di Tanjung Morawa, 13,5 kilometer
di tenggara Medan

Seringkali orang menyamakan kehidupan masyarakat pada tahun 1808-1811 dengan kehidupan masyarakat tahun 1860-an. Membandingkan kehidupan masyarakat pada masa Gubernur Jenderal Herman William Daendels (1808-1811) dengan kehidupan masyarakat pada tahun 1860 yang dituangkan Multatuli, nama samaran Douwes Dekker, dalam buku Max Havelaar dengan Saijah dan Adinda sebagai tokohnya, agak aneh dan tidak seharusnya terjadi.

Karena walaupun sama-sama masih bertahun 1800-an, tetapi rentang waktu antara tahun 1808 sampai 1860 itu terpaut lebih dari 50 tahun. Dan, dalam kehidupan 50 tahun itu adalah masa yang cukup lama, dalam rentang waktu setengah abad itu banyak sekali hal yang dapat terjadi.

Bayangkan, kehidupan masyarakat pada tahun 1965 dengan tahun 2008, yang terpaut 43 tahun saja keadaannya sudah sangat jauh berbeda, apalagi masih ditambah 7 tahun lagi. Sulit untuk dibayangkan.



Mudah melupakan sejarah

Ingatan orang-orang Indonesia sangat pendek sehingga mudah melupakan sejarah. Sejarah hanya dilihat sebagai angka-angka tahun, dan dilepaskan dari konteks sejarahnya.

Contoh terbaru adalah niatan pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengganti keistimewaan Yogyakarta sebagaimana yang ditetapkan dulu, dengan keistimewaan baru yang sama sekali berbeda.

Pemerintah Yudhoyono lupa bahwa pada Kesultanan Yogyakarta ada lebih dahulu dibandingkan dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Dan, dalam Amanat 5 September 1945 yang dikeluarkan Hamengku Buwono IX dan Paku Alam VIII disebutkan, Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman menggabungkan diri ke dalam NKRI dengan status daerah istimewa yang memiliki kekuasaan penuh untuk mengatur wilayahnya.

Amanat itu dijawab Presiden Soekarno dengan menyerahkan Piagam Kedudukan kepada HB IX dan PA VIII sebagai tanda persetujuannya pada 6 September 1945 (tertanggal 19 Agustus 1945). Hal itu juga tercantum dalam Pasal 18 UUD 1945, sebelum perubahan, yang menyatakan, negara menghormati daerah yang memiliki status istimewa.



Dengan tetap dipeliharanya sepeda motor dan mobil klasik, dalam kondisi seperti aslinya, orang dapat membandingkan teknologi yang digunakan dan kehidupan masyarakat pada masa sepeda motor atau mobil itu digunakan dalam kehidupan sehari-hari, dan, dengan demikian, diharapkan generasi penerus tidak melihat sejarah sebagai angka-angka tahun saja, yang dilepaskan dari konteks sejarahnya.(JL)


Label: