Mungkinkah Dihargai Masyarakat di Negara Sendiri?
CNN Indonesia.com melaporkan, Menteri Keuangan Sri Mulyani
Indrawati menyatakan, lebih mudah mendapatkan pengakuan di luar negeri daripada
dari masyarakat di negara sendiri.
Pernyataan
itu dikemukakan Sri Mulyani pada saat menerima penghargaan Finance Minister of
The Year 2018 untuk Kawasan Asia Timur-Pasifik versi majalah Global Markets di
Hotel Ayodya Nusa Dua, Bali, Jumat (13/10). Bahkan dengan rendah hati, Sri
Mulyani menambahkan, ”(Kritik) itu artinya Indonesia mengharapkan kami bekerja
lebih baik. Tidak apa-apa itu bagus untuk memacu semangat kami.”
Apa
yang dirasakan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani itu, bukanlah hal yang baru.
Hampir semua pemimpin negara ini merasakannya. ”Lebih mudah mendapatkan
pengakuan dari luar negeri daripada dari masyarakat di negara sendiri.”
Di
negara ini, rasanya tidak ada tindakan, kebijakan, atau langkah yang dilakukan pemimpin
yang dianggap benar, selalu saja ada orang, atau orang-orang, yang merasa dapat
melakukannya lebih baik. Dan, itu bukanlah hal yang baru. Perasaan serupa juga
dirasakan oleh Perdana Menteri Sutan Sjahrir yang memimpin tiga kabinet dalam
waktu relatif singkat dari tahun 1945-1947.
Pada
tahun 1945, ketika kembali ke Indonesia, Belanda hanya mengakui wilayah
Republik Indonesia mencakup Jawa dan Madura. Ketika melalui perundingan Linggarjati
tahun 1946 akhirnya Belanda mengakui wilayah Republik Indonesia mencakup Jawa,
Madura, dan Sumatera, tidak banyak yang menghargai pencapaian itu karena
tuntutannya wilayah Republik Indonesia meliputi seluruh wilayah eks Hindia
Belanda.
Padahal
Presiden Soekarno sendiri mengakui, ”Linggarjati
bukanlah solusi yang paling baik, jauh daripada itu. Akan tetapi setelah
berbulan-bulan bertikai, maka perjanjian itu merupakan satu-satunya pilihan.
Sekalipun delegasi kami tidak senang dengan hasil yang dicapai, kami
menerimanya juga dengan perasaan berat.”
Karena
dikecam terlalu mengalah pada Belanda, Sjahrir memutuskan untuk mengundurkan
diri dari jabatannya sebagai Perdana Menteri, dan ia digantikan oleh Amir
Sjarifuddin Harahap, yang menjabat sebagai Menteri Penerangan pada Kabinet
Presiden Soekarno, dan Menteri Pertahanan pada Kabinet Sjahrir I, II, dan III. Namun,
di bawah pemerintahan Perdana Menteri Amir Sjarifuddin keadaan tidak menjadi
lebih baik.
Terjadi
Agresi Militer I tahun 1947, dan Sutan Sjahrir ditunjuk Presiden Soekarno
menjadi
Duta Besar
Keliling (Ambassador-at-Large) yang diberi tugas mewakili Republik Indonesia di
fora internasional. Sjahrir kemudian berpidato di Perserikatan Bangsa-Bangsa,
dan pidatonya disebut surat kabar New
York Herald Tribune sebagai salah satu pidato yang paling menggetarkan di
Dewan Keamanan PBB.
Perdana Menteri Amir Sjarifuddin
kemudian memimpin delegasi Republik Indonesia dalam perundingan Renville tahun
1947, dan hasilnya wilayah Republik Indonesia semakin berkurang, hanya mencakup
Yogyakarta dan sekitarnya (sebagian Jawa Tengah), Banten, dan sebagian Sumatera.
Tentangan dan reaksi keras itu membuat Amir Sjarifuddin tidak mempunyai pilihan
lain, kecuali meletakkan jabatannya sebagai Perdana Menteri.
Sulitnya mendapatkan pengakuan dari
masyarakat di negara sendiri itu yang membuat di masa lalu, pada era demokrasi parlementer
pemerintahan sedikit-sedikit berganti .
Paling lama suatu pemerintahan hanya bertahan dua tahun. Selalu ada orang, atau
orang-orang, yang berusaha mengganti pemerintahan sebelum waktunya. Yang dapat
bertahan lebih dari lima tahun, hanyalah pemerintahan otoriter, Presiden
Soekarno pada era demokrasi terpimpin (1959-1967), 8 tahun, dan Presiden
Soeharto pada era demokrasi Pancasila (1967-1998), 31 tahun.
Di masa reformasi yang demokratis, baru
Susilo Bambang Yudhoyono yang memerintah dua periode masing-masing lima tahun. Tekanan
yang dihadapi Presiden Yudhyono selama 10 tahun memerintah sangat kasat mata.
Presiden Joko Widodo pun tidak
terkecuali. Mungkin masih diperlukan waktu yang lama di mana prestasi pemimpin
di negeri ini bisa diakui oleh masyarakat di negara sendiri, atau mungkin itu
hanya merupakan mimpi.
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda