Minggu, 02 Maret 2008

Bagai Memasuki Mesin Penjelajah Waktu


Menyaksikan Ford Model A 1928 yang dipajang dalam Pameran Mobil
Kuno dalam rangka 28 Tahun Perhimpunan Penggemar Mobil Kuno Indonesia
di Apartemen Bellagio, di kawasan Mega Kuningan, Jakarta Selatan, awal
Februari lalu, seperti baru memasuki mesin penjelajah waktu (time machine) dan mundur
ke masa lalu melalui terowongan waktu (time tunnel) dari tahun 2008 menuju tahun
1929.

Ford Model A 1928 milik Abi Chevy (40) itu sangat mulus, bahkan
lebih bagus daripada aslinya. Mengingat baik kualitas cat yang
digunakan maupun teknik pengecatan pada saat ini jauh lebih bagus
daripada 81 tahun yang lalu.


Melihat Ford Model A 1928 dalam kondisi sebagus itu menjadikan
tidak sulit membayangkan kehidupan pada tahun 1929, ketika Ford Model
A masih mudah ditemui melaju di ruas-ruas jalan di Pulau Jawa,
terutama di Jalan Pos yang dibangun oleh Gubernur Jenderal Herman
Willem Daendels (1808-1811) dari Anyer sampai Panarukan.

Ford Model A 1928 milik Abi Chevy bukanlah peninggalan dari Ford
Model A yang berada di negeri ini pada tahun 1929. Namun, mobil
tersebut adalah mobil sejenis dengan yang digunakan di negeri ini 81
tahun yang lalu. Ford Model A tersebut dipesan secara khusus dari
pabriknya di Amerika Serikat pada tahun 1980-an. Chevy baru membelinya
pada tahun 2007.

Pemecah rekor




Ford Model A keluaran tahun 1928 termasuk salah satu mobil yang
populer di Indonesia, yang pada masa itu masih bernama Hindia Belanda
(Oost Indie).

Bagaimana tidak, Ford Model A membukukan rekor kecepatan baru
untuk rute Batavia (Jakarta)-Soerabaja (Surabaya) yang berjarak 846
kilometer, yakni 11 jam dan 26 menit.





Cerita tentang Ford Model A itu dapat ditemui dalam buku Krèta
Sètan
("de duivelswagen") karya FF Habnit yang diterbitkan pada tahun
1977.

Adalah KE Schütt, pembalap dari perkebunan, yang mengemudikan Ford
Model A 1928 yang bernomor polisi D880 itu dari Batavia ke Soerabaja
pada 6-7 Februari 1929. Dan, kecepatan rata-rata yang dikembangkannya
75 kilometer per jam.

Dua tahun sebelumnya, 4 September 1927, ia juga mengemudikan mobil
La Salle keluaran General Motors (versi kecil dari Cadillac). Namun,
pada saat itu rekor yang dibukukannya 11 jam dan 58 menit. Kecepatan
yang dikembangkannya pada saat itu 70 kilometer per jam.

Padahal La Salle menyandang mesin bersilinder 8 (V8) yang
diambilkan dari Cadillac, yang dapat dengan mudah dipacu untuk
mencapai kecepatan 125 kilometer per jam. Adapun Ford Model A yang
bersilinder 4 kecepatan tertingginya hanya 100 kilometer per jam.
Namun, mesin yang disandang Ford Model A sangat tangguh sehingga tahan
dipacu secara terus-menerus pada kecepatan tinggi.

KE Schütt juga memiliki sebuah mobil sport, yakni Mercedes SSK
yang dilengkapi Compressor (supercharger), tetapi ia tidak
menggunakannya untuk membuat rekor kecepatan baru Batavia-Soerabaja.
Rekor KE Schütt dipecahkan tiga tahun kemudian, tepatnya 28 Mei
1932, oleh AAG Gall yang menggunakan Austin-7/Compressor dengan
catatan waktu 10 jam dan 53 menit.

Sangat sepi



Charron saat memasuki Soerabaja (1911)

Perjalanan Batavia-Soerabaja itu pertama kali dilakukan pada tahun
1911 dengan waktu 24 jam. Pada saat itu dari Batavia berangkat dua
mobil buatan Perancis, yakni Charron dan Delaunay Belleville. Mobil
Charron dikendarai seorang warga Perancis yang bernama Decnop, yang
merupakan importir merek tersebut di Jocja (Yogyakarta).

Charron menyandang mesin 4 silinder dengan tenaga maksimum 12 PK
(paardekrachten, daya kuda). Pengendara kedua bernama Van der Hoeven.
Di kursi belakang duduk seorang pembantu dan Du Croo, seorang reporter
dari surat kabar De Locomotief, Semarang.

Adapun di Delaunay Belleville, yang lebih besar menyandang mesin 4
silinder dengan 27 PK, bertugas sebagai pengendara Van Tienen dan
Verhagen, dan di kursi belakang duduk seorang pembantu dan seorang
reporter dari surat kabar Het Nieuws van de Dag, Batavia.

Jangan bayangkan perjalanan Batavia-Soerabaja pada saat itu sudah
seramai sekarang. Pada masa itu ruas-ruas jalan di Jawa masih sepi dan
lengang. Apalagi pada malam hari, hampir tidak ada kendaraan atau
orang yang lalu lalang. Walaupun kualitas jalan belum sebaik sekarang,
mobil dapat dipacu secara konstan pada kecepatan 44 kilometer per jam.
Sangat cepat untuk kondisi pada saat itu, apalagi kondisi rem belumlah
sebaik sekarang.

Yang harus diwaspadai adalah anjing atau kucing yang menyeberang
sewaktu-waktu, terutama di wilayah permukiman. Itu sebabnya, dalam
catatan pertamanya yang dibuat di bawah cahaya penerangan lampu
listrik, Du Croo menulis, jam menunjukkan pukul 18.30, kami melindas
seekor anjing. Pada pukul 19.05, tampak cahaya dari rumah-rumah di
Buitenzorg (Bogor). Pukul 19.30, kami memasuki Tjibadak, Soekaboemi.

Memang Jalan Pos yang dibangun oleh Daendels pada 1808-1811
melewati Batavia, Buitenzorg, Tjibadak, Soekaboemi, Tjiandjoer,
Bandung, Soemedang, Cheribon, Tegal, Pekalongan, Semarang, Rembang,
dan Soerabaja. Rute Bogor, Puncak, Cipanas, Cianjur pada saat itu
belum dibuat. Demikian juga rute jalur utara melalui Karawang,
Tjikampek, dan Pamanukan.



Mobil Delaunay Bellevillemengalami kecelakaan sehingga tidak dapat
melanjutkan perjalanan, dan Charron membukukan rekor dengan menempuh
rute Batavia-Soerabaja dalam waktu 24 jam.

Upaya membukukan rekor kecepatan Batavia-Soerabaja tidak hanya
dilakukan oleh mobil, tetapi juga sepeda motor. Rekor kecepatan sepeda
motor pertama Batavia-Soerabaja dicatat oleh Gerrit de Raadt dengan 20
jam dan 45 menit dengan sepeda motor Reading Standard. Rekornya
beberapa kali diperbaiki, sampai ia menutupnya dengan sepeda motor
Rudge pada 18 Agustus 1932 dengan catatan waktu 10 jam dan 1 menit.


Goddy Younge (1917)

Sejak tahun 1934 rute Batavia-Soerabaja tidak lagi hanya melalui
Bandung, yang jaraknya 845 kilometer, tetapi juga melalui jalur utara
(lewat Pamanukan) yang jaraknya lebih pendek 45 kilometer.(JL)

Artikel ini dimuat di harian Kompas, 26 Februari 2008, halaman 33



Label: