250 Km per Jam dengan Ducati Superbike Two Seater
Menembus kecepatan 200 kilometer per jam dengan menggunakan mobil bukanlah hal yang baru bagi saya. Beberapa kali saya melakukannya. Yang pertama, selalu adalah yang paling sulit, rasanya. Akan tetapi, setelah beberapa kali melakukannya, tidak ada lagi yang istimewa dengan itu. Bahkan, kecepatan 250 kilometer per jam pernah saya capai ketika melakukan test drive Audi Q7 di Dubai, Uni Emirat Arab, 11 Maret 2006. Saya berani melakukannya karena waktu itu di depan ada pace car (voorijder) yang membuka jalan, serta jalan yang lebar dan mulus menuju ke gurun terdekat pun ditutup untuk umum.
Itu sebabnya ketika ada ajakan untuk dibonceng dengan kecepatan lebih dari 200 kilometer per jam oleh pembalap Italia dengan sepeda motor balap Ducati Superbike 1098S two seater di Sirkuit Sentul, Bogor, Jawa Barat, saya langsung menerimanya tanpa keraguan sedikit pun.
Bahkan, ketika tiba di Sirkuit Sentul, 30 Agustus lalu, dan menyaksikan beberapa orang dibonceng di atas Ducati Superbike dengan kecepatan 200 kilometer per jam, saya masih tenang-tenang saja. Demikian juga saat diminta untuk mengenakan pakaian balap tim Ducati yang berwarna merah, mirip dengan yang dikenakan pembalap MotoGP dari tim Ducati, yakni Casey Stoner, atau Marco Melandri.
Namun, ketika sudah duduk rapat di belakang pembalap asal Italia, dan Ducati Superbike two seater itu dipacu cepat, … wuuiiih rasa tenang itu langsung lenyap. Bagaimana tidak, saat Ducati Superbike dipacu dengan cepat hingga roda depan terangkat, rasanya badan akan terlempar ke belakang. Torsi yang sangat besar yang disalurkan ke roda belakang, menjadikan dorongan badan ke belakang juga sangat besar. Pegangan tangan yang sangat erat pada besi penahan, terasa masih kurang erat.
Begitu pula saat Ducati Superbike yang dipacu ekstra cepat, direm kuat, sebelum memasuki tikungan tajam, badan pun langsung terdorong kuat ke depan. Dan, ketika saya masih sibuk menata posisi duduk yang enak, tiba-tiba Ducati Superbike dimiringkan dan memasuki tikungan tajam dengan cepat. Pada saat itu, wajah saya benar-benar terasa sangat dekat dengan permukaan aspal. Begitu ke luar dari tikungan, Ducati Superbike pun kembali dipacu cepat, dan roda depan pun kembali terangkat. Menegangkan!
Melaju dengan kecepatan di atas 200 kilometer per jam dengan menggunakan sepeda motor, sangat berbeda dengan menggunakan mobil. Melaju di atas 200 kilometer per jam dengan sepeda motor, apalagi dibonceng, jauh lebih menegangkan. Posisi lutut yang sangat dekat ke aspal saat menikung tajam terasa menggiriskan. Rasanya lutut sampai menempel ke permukaan aspal.
Untunglah yang memboncengi adalah pembalap berlisensi, jadi kekhawatiran motor akan tergelincir saat menikung tajam tidak pernah sekalipun terlintas dalam pikiran. Namun, rasanya itu lho…
Tidak seperti pada putaran pertama, pada putaran kedua saya sudah dapat menikmati dibonceng dengan kecepatan yang ekstra tinggi. Sensasi yang ditimbulkan sungguh sulit dilupakan, apalagi ketika di lintasan lurus di depan tribun kecepatan Ducati Superbike melampaui 250 kilometer per jam dan direm kuat sampai 80 kilometer per jam sebelum menikung tajam ke kanan. Tidak ada kata-kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan itu.
Pengalaman yang hanya dialami oleh sangat sedikit orang itu, dan mungkin hanya dialami sekali seumur hidup, akan terus dikenang, dan diceritakan kepada banyak orang.(JL)
Itu sebabnya ketika ada ajakan untuk dibonceng dengan kecepatan lebih dari 200 kilometer per jam oleh pembalap Italia dengan sepeda motor balap Ducati Superbike 1098S two seater di Sirkuit Sentul, Bogor, Jawa Barat, saya langsung menerimanya tanpa keraguan sedikit pun.
Bahkan, ketika tiba di Sirkuit Sentul, 30 Agustus lalu, dan menyaksikan beberapa orang dibonceng di atas Ducati Superbike dengan kecepatan 200 kilometer per jam, saya masih tenang-tenang saja. Demikian juga saat diminta untuk mengenakan pakaian balap tim Ducati yang berwarna merah, mirip dengan yang dikenakan pembalap MotoGP dari tim Ducati, yakni Casey Stoner, atau Marco Melandri.
Namun, ketika sudah duduk rapat di belakang pembalap asal Italia, dan Ducati Superbike two seater itu dipacu cepat, … wuuiiih rasa tenang itu langsung lenyap. Bagaimana tidak, saat Ducati Superbike dipacu dengan cepat hingga roda depan terangkat, rasanya badan akan terlempar ke belakang. Torsi yang sangat besar yang disalurkan ke roda belakang, menjadikan dorongan badan ke belakang juga sangat besar. Pegangan tangan yang sangat erat pada besi penahan, terasa masih kurang erat.
Begitu pula saat Ducati Superbike yang dipacu ekstra cepat, direm kuat, sebelum memasuki tikungan tajam, badan pun langsung terdorong kuat ke depan. Dan, ketika saya masih sibuk menata posisi duduk yang enak, tiba-tiba Ducati Superbike dimiringkan dan memasuki tikungan tajam dengan cepat. Pada saat itu, wajah saya benar-benar terasa sangat dekat dengan permukaan aspal. Begitu ke luar dari tikungan, Ducati Superbike pun kembali dipacu cepat, dan roda depan pun kembali terangkat. Menegangkan!
Melaju dengan kecepatan di atas 200 kilometer per jam dengan menggunakan sepeda motor, sangat berbeda dengan menggunakan mobil. Melaju di atas 200 kilometer per jam dengan sepeda motor, apalagi dibonceng, jauh lebih menegangkan. Posisi lutut yang sangat dekat ke aspal saat menikung tajam terasa menggiriskan. Rasanya lutut sampai menempel ke permukaan aspal.
Untunglah yang memboncengi adalah pembalap berlisensi, jadi kekhawatiran motor akan tergelincir saat menikung tajam tidak pernah sekalipun terlintas dalam pikiran. Namun, rasanya itu lho…
Tidak seperti pada putaran pertama, pada putaran kedua saya sudah dapat menikmati dibonceng dengan kecepatan yang ekstra tinggi. Sensasi yang ditimbulkan sungguh sulit dilupakan, apalagi ketika di lintasan lurus di depan tribun kecepatan Ducati Superbike melampaui 250 kilometer per jam dan direm kuat sampai 80 kilometer per jam sebelum menikung tajam ke kanan. Tidak ada kata-kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan itu.
Pengalaman yang hanya dialami oleh sangat sedikit orang itu, dan mungkin hanya dialami sekali seumur hidup, akan terus dikenang, dan diceritakan kepada banyak orang.(JL)
Label: Pribadi
1 Komentar:
Salam kenal Om JL,
Saya liat waktu itu. Om JL habis turun dari motor gemetaran juga.. :-) tapi salut, masih berani!
Fotonya ada disini: http://stephenlangitan.wordpress.com/2008/08/31/klimaks-marlboro-red-racing-moto-x2/#comments
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda