Minggu, 03 Februari 2008

Sulitnya Saat Memutuskan untuk Membeli Mobil



Pada saat seseorang akan membeli mobil, biasanya ia akan menghadapi kesulitan ketika harus memutuskan mobil apa yang akan dibelinya. Mengingat di pasar begitu banyak jenis mobil yang ditawarkan.

Jika seseorang memiliki dana yang berlebih, persoalannya menjadi tidak begitu rumit karena ia dapat menukar tambah (trade in) mobilnya dengan mobil lain. Demikian juga jika mobil yang akan dibeli adalah mobil kedua atau ketiga, karena biasanya mobil itu merupakan pelengkap. Namun, jika mobil yang akan dibeli adalah mobil pertama dan dana yang dimiliki tidak banyak, kesulitan pun menghadang di hadapan.




Sesungguhnya, ada beberapa kiat yang dapat diterapkan pada saat seseorang akan membeli mobil, yaitu pertama, tentukan jenis mobil yang diperlukan. Kedua, tetapkan pilihan pada salah satu mobil di antara mobil-mobil yang pernah di-test drive. Ketiga, tentukan akan membeli secara tunai atau secara cicilan, dan keempat, usahakan untuk mendapat harga yang terbaik.



Kiat pertama tampaknya sangat mudah, yakni tentukan jenis mobil yang diperlukan. Namun, dalam kenyataannya itulah hal yang paling sulit dilakukan karena seseorang biasanya sulit untuk membedakan antara mobil yang diperlukan dan mobil yang diinginkan.




Misalnya, seseorang memerlukan mobil untuk menjalani kehidupannya sehari-hari, yakni ke kantor, menjemput anak sekolah, dan sesekali bepergian berbelanja ke mal. Jika anaknya hanya satu, seharusnya sebuah mobil kota, hatchback subkompak, atau sedan subkompak adalah mobil yang diperlukannya. Atau kalau dananya berlebih, ia dapat membeli sedan kompak atau sedan menengah.




Namun, ketika ia sudah mendatangi ruang pajang (show
room) dan melihat sport utility vehicle (SUV) atau multi-purpose vehicle (MPV) yang dapat memuat 7 atau 8 penumpang, pikirannya berubah dan ia menjadi ragu-ragu dalam menentukan pilihan. Sosok SUV yang gagah membuat dirinya bimbang, apalagi pilihan mereknya banyak. Ia merasa penampilan dirinya akan terangkat apabila ia menggunakan SUV. Bahkan, kadang-kadang seseorang membeli mobil yang menggunakan penggerak empat roda, yang sesungguhnya tidak diperlukannya.



Atau saat melihat MPV, pikirannya langsung membayangkan alangkah asyiknya jika pada hari raya ia dan keluarga besarnya dapat bepergian dengan leluasa ke luar kota atau pulang kampung. Daripada setiap kali harus bepergian dengan dua mobil di tengah kemacetan lalu lintas, ia merasa bepergian dengan satu mobil lebih praktis. Itu berarti ia memilih MPV. Padahal mobil itu tidak diperlukannya dan jika kemudian memutuskan untuk membelinya, ia harus memundurkan pintu pagar rumahnya agar MPV itu dapat ditempatkan di carport-nya.

Apalagi urusan pemilihan mobil itu ternyata juga berkaitan dengan selera dan emosi (perasaan) yang sulit diprediksi sebelumnya. Misalnya bisa saja seseorang memiliki dana
Rp 150-an juta, ia berangkat dari rumah dengan tujuan membeli mobil pada kisaran harga Rp 150 juta. Namun, setelah sampai di ruang pajang, perhatiannya tertuju pada suatu mobil tertentu yang harganya Rp 200-an juta. Dan, setelah duduk di dalamnya serta men-test drive-nya, pilihannya mantap pada mobil itu. Ia tidak peduli bahwa untuk menutup kekurangannya itu ia harus mengais-ngais tabungan atau meminjam dana ke bank.

Pada akhirnya, agar seseorang itu mengambil putusan yang benar saat akan membeli mobil, ia memerlukan pendapat orang lain, terutama pakar otomotif, yang dianggapnya dapat menyelesaikan persoalannya. Dengan demikian, ia dapat dibantu untuk memutuskan antara mobil yang diperlukan dan mobil yang diinginkannya.

ATPM juga bingung

Kesulitan yang sama juga dialami oleh agen tunggal pemegang merek (ATPM) di Indonesia. Pertanyaan yang selama ini terus membayang-bayangi petinggi ATPM adalah apa pertimbangan utama seseorang saat memutuskan untuk membeli suatu mobil tertentu?

Ketika pertanyaan itu diajukan, jawabannya sangat beragam. Ada yang mengatakan, style (corak atau mode) atau tampilan dari suatu mobil yang menjadi pendorong utama, ada pula yang berpendapat, harga yang murah yang di balik keputusan itu, ada juga yang menyebutkan, faktor emosional atau fanatik terhadap merek tertentu, atau ada pula yang mengatakan, faktor hemat bahan bakar, dan banyak alasan lain.

Namun, ketika berupaya untuk mendapatkan jawaban yang pasti, hal itu tidak dapat dilakukan mengingat setiap segmen mempunyai kecenderungan yang berbeda-beda.
Bagaimana orang dapat menjelaskan bahwa Honda Jazz yang diluncurkan pada 19 Februari 2004 langsung mendominasi segmen hatchback subkompak. Padahal di segmen itu sudah ada Peugeot 206 dan Suzuki Aerio yang populasinya cukup besar.

Memang Honda Jazz yang berbekal gelar Car of The Year di Jepang tahun 2001 dan 2002 serta Best Selling Car of The Year di Jepang pada tahun 2002, bisa jadi faktor penarik bagi konsumen Indonesia untuk membeli mobil tersebut. Namun, apakah benar orang memutuskan untuk membeli karena gelar yang dimiliki oleh Honda Jazz itu? Atau, jangan-jangan karena sosok Honda Jazz dianggap menarik? Atau jangan-jangan karena sistem persneling otomatiknya yang dilengkapi dengan steermatic (tiptronic)?

Jika harga yang murah menjadi acuan, rasanya kok sulit diterima. Lihat saja, Toyota Avanza yang sosoknya 100 persen sama dengan Daihatsu Xenia dan dijual dengan harga yang lebih mahal daripada Daihatsu Xenia. Toyota Avanza dalam tahun 2007 terjual sebanyak 61.923 unit, sedangkan Daihatsu Xenia hanya sebanyak 30.013, atau kurang dari separuh.

Jika pertimbangannya hemat bahan bakar dan harga yang terjangkau, seharusnya mobil-mobil kota yang dijual dengan kisaran harga Rp 95 juta hingga Rp 118 juta harusnya laku dijual.
Kendaraan favorit di Indonesia tampaknya masih mobil-mobil MPV atau mobil yang dapat memuat 7-8 penumpang mengingat pada umumnya, keluarga-keluarga muda yang memiliki dua atau tiga anak selalu bepergian dengan satu atau dua baby sitter.

Namun, yang paling unik adalah pasar untuk SUV seakan tidak terbatas. Berbagai varian SUV meramaikan pasar, mulai dari Honda CRV, Nissan XTrail, Suzuki Grand Vitara, Ford Escape, Mazda Tribute, KIA Sportage II, Hyundai Tucson, sampai yang terakhir Chevrolet Captiva.
Walaupun sebagai pendatang baru Chevrolet Captiva dapat menjual 992 unit dan Honda CRV mengalami peningkatan penjualan sampai 15.750 unit, namun Nissan XTrail pun mengalami peningkatan penjualan dengan 2.783 unit, demikian juga Suzuki Grand Vitara dengan 7.195 unit. (JL)

Artikel ini dimuat di
harian Kompas, 1 Februari 2008, halaman 47

Label:

0 Komentar:

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda