Jumat, 16 Mei 2008

Ambulans Datang Lebih Cepat daripada Ayam Goreng?



Pada akhir Mei mendatang, harga bahan bakar minyak atau BBM akan dinaikan. Tidak pelak lagi jumlah sepeda motor, sarana transportasi yang paling murah, yang saat ini di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, jumlahnya mencapai 5.194.133 unit, akan semakin banyak. Pada saat ini saja angka kecelakaan lalu lintas yang melibatkan sepeda motor sudah tinggi, apalagi jika jumlah sepeda motor di jalan raya semakin banyak.
Untuk menekan jumlah angka kecelakaan sepeda motor, sejak tahun 2006, U Mild menyelenggarakan kegiatan safety riding (berkendara secara aman) dengan melibatkan klub-klub sepeda motor yang tersebar di beberapa kota, terutama di Jakarta.



Data kecelakaan lalu lintas pada tahun 2006 menyebutkan, sebanyak 36.000 orang tewas akibat kecelakaan di jalan raya. Hal tersebut berarti setiap hari sedikitnya ada 100 orang yang tewas karena kecelakaan di jalan raya. Dari jumlah tersebut, 52 orang di antaranya terkait dengan sepeda motor.

Mencegah terjadinya kecelakaan sepeda motor tentunya perlu terus didorong. Akan tetapi, upaya itu belumlah cukup, mengingat yang tidak kalah pentingnya adalah penanganan korban apabila kecelakaan terjadi. Itu sebabnya pada tahun 2008 ini U Mild mengajak klub-klub sepeda motor untuk mengikuti lokakarya P3K yang diadakan oleh Yayasan Ambulans Gawat Darurat 188, yang merupakan bagian dari kegiatan safety riding U Mild. Sebab, ada banyak kasus yang memperlihatkan bahwa penanganan terhadap korban kecelakaan justru mengakibatkan cederanya bertambah parah atau bahkan sampai kehilangan nyawanya.

Dalam pertemuan dengan U Mild di Pacific Place, Jakarta, Senin (13/5), Ketua Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118 Prof DR dr Ariyono D Pusponegoro, SpB yang akrab disapa dr Ariyo mengatakan, penanganan korban cedera parah di tempat kecelakaan memang penting, tetapi yang lebih penting adalah membawa korban secepatnya ke rumah sakit.

Sebab, jika korban terlambat dibawa ke rumah sakit, perawatan intensif di rumah sakit pun tidak akan ada gunanya lagi. Keadaan itu tidak hanya berlaku bagi korban kecelakaan yang cedera parah, tetapi juga bagi orang yang terkena serangan jantung atau stroke. Keterlambatan perawatan di rumah sakit akan membuat nyawa korban tidak dapat diselamatkan.



Di bawah 30 menit

”Idealnya, ambulans tiba maksimal 30 menit setelah dipanggil sehingga korban tiba di rumah sakit pada waktu yang tepat. Jika terlambat, perawatan intensif di rumah sakit pun tidak lagi ada gunanya,” kata dr Ariyo.

Ia menambahkan, ”Sayangnya pada saat ini mengharapkan ambulans datang dalam waktu 30 menit setelah dipesan adalah pekerjaan sia-sia. Selain jumlah ambulans masih minim, kemacetan lalu lintas yang terjadi di hampir sebagian besar wilayah ibu kota pun turut memperparah keadaan. Pada saat ini lebih cepat menunggu pesanan Kentucky Fried Chicken atau McDonald's ketimbang menunggu ambulans. Saya bermimpi bahwa ambulans yang dipesan bisa tiba minimal sama cepatnya dengan ayam goreng. Kalau bisa lebih cepat tentunya lebih baik.”

Menurut dia, jika belum dapat dilakukan karena jumlah ambulans yang tersedia masih sangat minim, mungkin dapat lebih dahulu dikirim tim pendahulu (advance) yang menggunakan sepeda motor untuk melakukan pertolongan pertama. Dengan demikian, korban dapat ditangani dengan cepat sambil menunggu ambulans datang. Namun, jika ambulans yang akan membawa korban ke rumah sakit tidak datang-datang, pertolongan pertama itu kemungkinan menjadi sia-sia.

Prototipe ambulans


Dr Ariyo yang bekerja sama dengan Daihatsu telah memiliki prototipe ambulans yang dikembangkan dari Daihatsu Grand Max, yang dirancangnya sendiri sehingga bisa memuat 3-4 orang. Dengan konfigurasi satu orang tidur dan dua atau tiga orang duduk di kursi yang sandarannya dapat direbahkan. Atau kalau perlu kursi bisa dilepas dan orang kedua diletakkan dalam posisi tidur.

Ambulans itu dirancang dengan memperhitungkan kebiasaan pengendara sepeda motor di Indonesia, yang mengendarai sepeda motor bertiga, berempat, atau bahkan berlima. Ayah, ibu, dengan satu, dua, atau tiga anak.

Prototipe ambulans yang lengkap dengan peralatan untuk melakukan pertolongan pertama itu harganya sekitar Rp 130 juta-Rp 150 juta. Jikalau Ketua Yayasan Ambulans Gawat Darurat 118 dapat memiliki beberapa unit ambulans hasil desainnya itu, diharapkan akan semakin banyak nyawa yang dapat diselamatkan. (JL)

Artikel ini dimuat di harian Kompas, 16 Mei 2008, halaman 38


Label:

1 Komentar:

Blogger ginung pratidina mengatakan...

apa yang bisa kita lakukan selanjutnya, ada ide?

8 Juli 2008 pukul 00.26  

Posting Komentar

Berlangganan Posting Komentar [Atom]

<< Beranda