Senin, 29 September 2008

Mobil Mini dengan Kemampuan Maksi

Bagi penggemar mobil mini di tahun 1970-an, nama Mini Cooper
sulit dilepaskan dari ingatan. Mobil mini bermodel sport, yang
merupakan pengembangan dari Austin Mini (1960), hadir di Indonesia
nyaris tanpa saingan.
Dengan menyandang mesin empat tak (four cycle/stroke)
berkapasitas 1.000 cc dengan empat silinder, kemampuan mobil mini
buatan Inggris itu memang jauh di atas saingan-saingannya, mobil-
mobil mini dari Jepang, yang kapasitas mesinnya rata-rata hanya 360
cc. Seperti Honda Life, Suzuki Fronte, Daihatsu Fellow Max, dan
Subaru Rex.



Kecuali Honda Life yang menyandang mesin empat tak, Suzuki
Fronte, Daihatsu Fellow Max, dan Subaru Rex menyandang mesin dua tak
(two cycle/ stroke) yang menggunakan bahan bakar bensin campur oli
(bensin campur). Dan, berbeda dengan Honda Life, Daihatsu Fellow Max,
dan Subaru Rex yang bersilinder dua, Suzuki Fronte bersilinder tiga.
***
Mini Cooper memang bukan mobil mini biasa. Mobil yang lahir di
Inggris tahun 1961 itu merupakan hasil kerja bareng antara Sir Alec
Issigonis, perancang mobil terkemuka, dan pembuat kendaraan balap
terkenal Inggris, John Cooper.
Langkanya bahan bakar minyak (BBM) di Eropa menyusul Krisis Suez
tahun 1959, membuat Sir Alec Issigonis merancang sebuah mobil kecil
yang hemat bahan bakar. Tahun 1960, lahirlah Austin Mini yang
menyandang mesin 848 cc dan bersilinder empat. Namun, Sir Alec
Issigonis kurang puas dengan kinerja (performance) dari mobil hasil
rancangannya. Untuk itu, ia meminta bantuan John Cooper, pembuat
kendaraan balap andal yang berpengalaman menangani Formula-1, guna
meningkatkan kemampuan mobil itu.
Satu tahun sesudahnya, tahun 1961, lahirlah mobil mini baru
bertampang sport (sporty) dan bermesin 1.000 cc yang diberi nama Mini
Cooper. Mobil sport kecil itu langsung mendapatkan sambutan dari
pasar internasional, dan bertahan di pasar selama hampir 40 tahun.
Mini Cooper malah sempat tiga kali menjuarai reli Monte Carlo, tahun
1964-1967.
Namun, di Amerika Serikat, umur Mini Cooper bisa dibilang
singkat, hanya enam tahun. Mini Cooper yang diimpor ke Amerika
Serikat pada tahun 1967 adalah Mini Cooper terakhir yang masuk ke
negara itu. Penyebabnya, mobil itu dianggap tidak memenuhi standar
Peraturan tentang Keamanan dan Emisi (safety and emissions) yang
diberlakukan Pemerintah Amerika Serikat.
***
Kini, hampir 40 tahun sesudah Mini Cooper hadir di pasar, pabrik
pembuat mobil itu ditutup. Namun, penutupan pabrik itu tidak berarti
riwayat Mini Cooper berakhir. Karena, produsen mobil terkemuka
Jerman, BMW, yang membeli perusahaan pembuat mobil Mini Cooper itu,
memutuskan untuk membuat Mini Cooper versi baru.
Tahun 2000, BMW memperkenalkan Mini Cooper versi baru. Mobil mini
versi baru itu dibuat dengan standar produk BMW, baik itu dari segi
kualitas maupun dari segi keamanan (safety).
Dan, seakan menantang Amerika Serikat yang pernah menolaknya,
Mini Cooper versi baru itu akan memulai debutnya di North American
International Auto Show tahun 2001. Dan, memang dengan kualitas yang
memenuhi standar produk BMW, diharapkan Mini Cooper versi baru bisa
leluasa menerobos memasuki pasar Amerika Serikat yang peraturannya
dikenal cukup ketat.
***
Mini Cooper versi baru itu memang bukan produk sembarangan.
Kemampuan mesin ditingkatkan dan bodinya diperkuat. Sebab itu, tidak
heran kalau Frank Stephenson, Ketua Tim Perancang Mini Cooper versi
baru, berani sesumbar dengan mengatakan, "Mobil mini versi baru ini
bukan pengulangan dari model yang lama. Walaupun mobil ini masih
memiliki gen dan beberapa karakter dari pendahulunya, tetapi versi
baru ini lebih luas, lebih kokoh dan menyatu, lebih bertenaga, serta
lebih nyaman dikendarai."
Pernyataan Frank Stephenson itu tidak berlebihan. Dibandingkan
dengan pendahulunya yang menggunakan mesin berkapasitas 1.000 cc,
kemampuan Mini Cooper versi baru jauh lebih dahsyat.
Mini Cooper versi baru menyandang mesin berkapasitas 1.600 cc,
empat silinder dengan 16 katup (setiap silinder empat katup). Dengan
komposisi mesin seperti itu, tenaga yang dihasilkan berkisar antara
95-115 tenaga kuda. Mesin juga bisa dilengkapi dengan supercharger
untuk meningkatkan daya menjadi 150 tenaga kuda.
Untuk mengimbangi mesin yang kinerjanya dahsyat itu, Mini Cooper
versi baru menggunakan sistem pengereman ABS (anti-lock braking
system), serta kantung udara (airbag) depan dan samping, untuk
menghindari benturan dari depan dan dari samping.
Dan, kantung udara itu tidak hanya diletakkan di dashboard untuk
mengamankan pengemudi dan penumpang di depan, melainkan juga
diletakkan di senderan belakang bangku depan untuk mengamankan
penumpang yang duduk di belakang.
Namun, semua perlengkapan yang modern yang melekat pada Mini
Cooper versi baru itu tidak menghilangkan identitas versi lamanya.
Bentuk mininya tetap dipertahankan, dengan mengadakan penyempurnaan
di sana-sini untuk membuat kendaraan itu lebih aman dan nyaman
dikendarai.
Letak spidometer di tengah dashboard tetap dipertahankan.
Demikian pula penempatan sebagian besar panel di dashboard dan
sekitarnya. Penempatannya pun diatur sedemikian rupa agar mudah
dijangkau.
Beberapa pengamat otomotif bahkan menyebutkan, Sir Alec Issigonis
pasti akan bangga bila mengetahui bahwa hampir 40 tahun setelah ia
meluncurkan mobil mini rancangannya, Mini Cooper, muncul versi baru
yang lebih dahsyat. Di bawah bendera BMW, Mini Cooper muncul dalam
bentuknya yang mini, tetapi kemampuannya yang maksi.
Mobil mini yang dibuat di pabrik BMW Group di Oxford, Inggris,
ditujukan kepada tiga kalangan. Pertama, kalangan muda yang berusia
20-34 tahun. Kedua, kalangan yang lebih tua, yang berusia 35-50
tahun. Kalangan ini mungkin menggunakannya sebagai kendaraan kedua
atau ketiga. Dan, ketiga, pencinta mobil klasik, atau penggemar mobil
mini.
Mobil mini yang akan diproduksi secara penuh pada tahun 2001 itu
diharapkan akan terjual di seluruh dunia sebanyak 100.000 unit per
tahun.(JL)

Label:

Volkswagen Mini Truk Konsep

Ternyata Volkswagen tidak berhenti pada sport utility vehicle (SUV) atau kendaraan setara jip. Pada Frankfurt Motor Show 2008, yang dikhususkan bagi kendaraan niaga, pekan lalu, Volkswagen AG memperkenalkan Volkswagen Pick Up Concept. Mini truk 1 ton yang didesain oleh Walter de’Silva, Kepala Departemen Desain Volkswagen AG, itu akan memasuki segmen yang ditempati oleh Toyota Hilux, Mitsubishi L200 Strada, dan Nissan Navara.


Setelah sukses dengan Volkswagen Touareg, SUV midsize, pada tahun 2002 dan Volkswagen Tiguan, SUV compact, pada tahun 2006, kini pada tahun 2008, Volkswagen pun bermain di kelas mini truk 1 ton. Walaupun mobil itu didesain bagi penjaga pantai untuk kegiatan SAR (Search and Rescue), tetapi diperkirakan mobil akan memasuki tahap produksi pada tahun 2009.



Walaupun Volkswagen AG baru memproduksi SUV pada tahun 2002, tetapi perusahaan pembuatan mobil asal Jerman itu telah berpengalaman membuat jip sejak lama, sejak perusahaan itu masih bernama KdF Wagen. Pada tahun 1939, dua tahun sebelum jip diciptakan di Amerika Serikat, KdF Wagen sudah membuat Kuebelwagen, kendaraan tempur yang bentuknya mirip jip.



Bukan itu saja, pada tahun yang sama, KdF Wagen bahkan telah memproduksi mobil amfibi, yang diberi nama Schwimmwagen (mobil berenang).Menurut rencana, mini truk yang diproduksi di pabrik Volkswagen di Argentina, Amerika Selatan, interiornya cukup mewah, mirip interior Audi TT.



Sedangkan untuk mesin, Volkswagen akan menggunakan mesin diesel berkapasitas 2.0 Liter atau 3.0 Liter yang dilengkapi dengan teknologi commonrail.
Saat ini, Volkswagen Pick Up Concept yang diperkenalkan adalah model kabin ganda (double cabin) dengan empat pintu, yang panjangnya 5,18 meter dan lebar 1,9 meter. Dan, menurut rencana, pada tahap awal mobil akan dipasarkan di Eropa, Amerika Selatan, Afrika Selatan, dan Australia pada akhir tahun depan.(JL)

Label:

Sabtu, 27 September 2008

Grand Prix F1 Malam pun Seperti Siang

Saya sempat tercengang ketika menyaksikan para pembalap Formula 1 (F1) melakukan latihan secara langsung (live) di sirkuit jalan Singapura di saluran televisi olahraga, ESPN, Jumat (26/9) malam. Bagaimana tidak, sama sekali tidak terlihat bahwa latihan itu dilakukan pada malam hari. Keadaan di lintasan itu demikian terangnya sehingga seakan-akan latihan itu dilakukan pada siang hari. Jika tidak melihat ke atas atau keadaan di sisi luar lintasan yang gelap, orang tidak akan menyadari bahwa latihan itu dilakukan malam hari.



Grand Prix SingTel Singapore F1 2008 akan dimulai hari Minggu, 28 September 2008, pukul 20.00 waktu setempat. Namun, lomba balap F1 ini tidak akan berlangsung seperti Lomba Ketahanan 24 Jam Le Mans, tidak diperlukan lampu depan (headlight) di mobil. Lintasan balap sepanjang 5,04 kilometer itu akan diterangi cahaya lampu, yang empat kali lebih terang daripada cahaya lampu yang menerangi pertandingan sepak bola.

Hal itu menjamin sirkuit Singapura akan terlihat sama seperti keadaan di siang hari. Dapat melihat dengan baik sangat diperlukan di saat 20 mobil balap F1, yang jarak masing-masing mobil hanya terpaut beberapa meter itu, dipacu dengan kecepatan 360 kilometer per jam.

Lampu-lampu yang akan menerangi pelaksanaan Grand Prix SingTel Singapore Formula 1 2008 itu merupakan sistem dengan teknologi terkini yang secara khusus diciptakan bagi lomba balap F1 Singapura oleh pakar tata lampu Italia, Valerio Maioli.



Lewis Hamilton, pembalap F1 McLaren-Mercedes, mengatakan, ”Ini akan merupakan akhir pekan yang menarik. Saya tidak pernah balapan di malam hari sebelumnya, tetapi saya pikir itu bukan masalah. Cabang olahraga lainnya pun melakukannya, dan saya telah melakukan persiapan matang. Saya pikir ini akan menjadi peristiwa yang hebat.”

Penentuan waktu pelaksanaan lomba balap F1, diawali dengan keinginan bos F1 Bernie Ecclestone untuk mencari waktu yang nyaman bagi penonton TV di Eropa. Pukul 20.00 di Singapura, sama dengan pukul 13.00 di Inggris, waktu yang sama dengan lomba balap F1 di Eropa dimulai.

Ikut waktu Eropa
Namun, perbedaan waktu yang ada menimbulkan problem yang signifikan bagi tim dan pembalap. ”Dokter-dokter kami telah menyiapkan jadwal yang sangat ketat bagi para pembalap, yang harus dipatuhi, mengingat waktu berlangsungnya balapan sudah mendekati berakhirnya hari,” kata Hamilton. Ia menambahkan, ”Pada prinsipnya, kami tidak harus menyesuaikan diri dengan waktu setempat, sangat berbeda dengan bagaimana kami hidup sehari-hari.”

Hamilton mengatakan, ”Program-program latihan kami menjamin bahwa pada lomba balap akhir pekan ini kami berada di puncak performa pada siang hari di Eropa (malam di Singapura), dan dengan demikian kehidupan kami sesuai dengan waktu Eropa tidak terganggu.”

Itu berarti makan malam pada tengah malam, mulai tidur dini hari, tidur sepanjang siang. Namun, hal itu lebih mudah dikatakan daripada dilakukan. ”Tubuh manusia itu telah berevolusi sedemikian rupa sehingga aktif di siang hari dan tidur di malam hari,” kata Riccardo Ceccarelli, dokter tim Toyota. ”Mekanisme internal di dalam tubuh sangat dipengaruhi oleh berjalannya waktu.”

”Akan sangat sulit mencoba untuk tetap hidup dalam waktu Eropa, mengingat
produksi hormon seperti cortisone dan melatonin berhubungan dengan cahaya matahari, sehingga tubuh akan mulai menyesuaikan diri dengan waktu setempat. ”Jika orang terus mencoba ingin mempertahankan waktu Eropa di Singapura, tubuh menjadi kurang efisien,” ujar Ceccarelli.



Masalah paling besar yang dihadapi sebagian besar pembalap dan personel tim adalah bagaimana cara menjamin agar mereka cukup tidur ketika mereka tidur beberapa saat setelah dini hari. Rekan satu tim Hamilton, Heikki Kovalainen, mengatakan, ”Tim kami akan melakukan cara apa pun yang dimungkinkan untuk menjamin waktu yang ditetapkan pada akhir pekan itu tidak mempengaruhi performa kami, dan yakin bahwa secara fisik kami siap berlaga.”

”Sebagai contoh, kamar-kamar hotel akan digelapkan agar kami dapat tidur pagi dan siang hari. Pengaturan khusus yang diterapkan agar petugas pembersih hotel tidak masuk ke kamar pagi hari, mengingat para pembalap tidak akan bangun sebelum sore. Telepon kamar tidak akan berdering, dan pengaturan-pengaturan serupa.”

”Kami pada dasarnya diisolasi dari kehidupan normal di hotel. Semua itu dimaksudkan untuk memastikan bahwa kami tidak menyesuaikan diri dengan waktu setempat, mengingat tubuh secara otomatis ingin menyesuaikan diri. Faktor-faktor eksternal seperti cahaya, suhu, dan kelembaban udara semuanya mendorong terjadinya penyesuaian diri tersebut,” kata Heikki Kovalainen.

Bagi beberapa pembalap, pengaturan yang tidak seperti biasanya itu malah lebih merupakan masalah. Pembalap Red Bull-Renault, Mark Webber, contohnya, selalu bangun pada pagi hari. Baginya, bangun pada jam makan siang merupakan masalah tersendiri. Sementara itu, pembalap Ferrari, Kimi Raikkonen, sebaliknya, ia terbiasa bersenang-senang sampai larut malam. ”Saya terbiasa bangun siang setiap hari. Oleh karena itu, bagi saya pengaturan kegiatan pada akhir pekan ini sudah sempurna.” Bos desain Red Bull-Renault, Adrian Newey, secara berseloroh mengatakan, ”Saya memperkirakan Kimi akan berada dalam kondisi terbaiknya. Maklum, ia biasa beraktivitas ketika hari mulai gelap.”



Khawatir hujan
Ada kekhawatiran hujan akan turun pada waktu balapan malam hari berlangsung. Cahaya lampu dengan intensitas tinggi akan menyilaukan jika dipantulkan oleh permukaan aspal yang basah, atau oleh butiran air hujan yang turun dari langit.

Namun, jika hujan turun, para tim sudah melakukan persiapan untuk mengantisipasinya, dengan menggunakan kaca helm khusus yang anti-silau dan anti-air, di mana butiran air tidak akan menempel di permukaan kaca helm.

Masih diperdebatkan apakah kaca helm khusus itu akan membantu atau tidak. Mengingat jangankan malam hari, di siang hari saja, jarak pandang nyaris nol ketika mobil balap-mobil balap F1 berpacu di permukaan jalan basah.(JL)


Label:

Jumat, 26 September 2008

250 Km per Jam dengan Ducati Superbike Two Seater

Menembus kecepatan 200 kilometer per jam dengan menggunakan mobil bukanlah hal yang baru bagi saya. Beberapa kali saya melakukannya. Yang pertama, selalu adalah yang paling sulit, rasanya. Akan tetapi, setelah beberapa kali melakukannya, tidak ada lagi yang istimewa dengan itu. Bahkan, kecepatan 250 kilometer per jam pernah saya capai ketika melakukan test drive Audi Q7 di Dubai, Uni Emirat Arab, 11 Maret 2006. Saya berani melakukannya karena waktu itu di depan ada pace car (voorijder) yang membuka jalan, serta jalan yang lebar dan mulus menuju ke gurun terdekat pun ditutup untuk umum.


Itu sebabnya ketika ada ajakan untuk dibonceng dengan kecepatan lebih dari 200 kilometer per jam oleh pembalap Italia dengan sepeda motor balap Ducati Superbike 1098S two seater di Sirkuit Sentul, Bogor, Jawa Barat, saya langsung menerimanya tanpa keraguan sedikit pun.

Bahkan, ketika tiba di Sirkuit Sentul, 30 Agustus lalu, dan menyaksikan beberapa orang dibonceng di atas Ducati Superbike dengan kecepatan 200 kilometer per jam, saya masih tenang-tenang saja. Demikian juga saat diminta untuk mengenakan pakaian balap tim Ducati yang berwarna merah, mirip dengan yang dikenakan pembalap MotoGP dari tim Ducati, yakni Casey Stoner, atau Marco Melandri.



Namun, ketika sudah duduk rapat di belakang pembalap asal Italia, dan Ducati Superbike two seater itu dipacu cepat, … wuuiiih rasa tenang itu langsung lenyap. Bagaimana tidak, saat Ducati Superbike dipacu dengan cepat hingga roda depan terangkat, rasanya badan akan terlempar ke belakang. Torsi yang sangat besar yang disalurkan ke roda belakang, menjadikan dorongan badan ke belakang juga sangat besar. Pegangan tangan yang sangat erat pada besi penahan, terasa masih kurang erat.



Begitu pula saat Ducati Superbike yang dipacu ekstra cepat, direm kuat, sebelum memasuki tikungan tajam, badan pun langsung terdorong kuat ke depan. Dan, ketika saya masih sibuk menata posisi duduk yang enak, tiba-tiba Ducati Superbike dimiringkan dan memasuki tikungan tajam dengan cepat. Pada saat itu, wajah saya benar-benar terasa sangat dekat dengan permukaan aspal. Begitu ke luar dari tikungan, Ducati Superbike pun kembali dipacu cepat, dan roda depan pun kembali terangkat. Menegangkan!

Melaju dengan kecepatan di atas 200 kilometer per jam dengan menggunakan sepeda motor, sangat berbeda dengan menggunakan mobil. Melaju di atas 200 kilometer per jam dengan sepeda motor, apalagi dibonceng, jauh lebih menegangkan. Posisi lutut yang sangat dekat ke aspal saat menikung tajam terasa menggiriskan. Rasanya lutut sampai menempel ke permukaan aspal.
Untunglah yang memboncengi adalah pembalap berlisensi, jadi kekhawatiran motor akan tergelincir saat menikung tajam tidak pernah sekalipun terlintas dalam pikiran. Namun, rasanya itu lho…

Tidak seperti pada putaran pertama, pada putaran kedua saya sudah dapat menikmati dibonceng dengan kecepatan yang ekstra tinggi. Sensasi yang ditimbulkan sungguh sulit dilupakan, apalagi ketika di lintasan lurus di depan tribun kecepatan Ducati Superbike melampaui 250 kilometer per jam dan direm kuat sampai 80 kilometer per jam sebelum menikung tajam ke kanan. Tidak ada kata-kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan itu.



Pengalaman yang hanya dialami oleh sangat sedikit orang itu, dan mungkin hanya dialami sekali seumur hidup, akan terus dikenang, dan diceritakan kepada banyak orang.(JL)

Label:

Minggu, 21 September 2008

Lomba Balap F1 Malam yang Pertama

Singapura dikenal sebagai kota pengguna teknologi terkini dan pada 28 September 2008 kota itu akan menyelenggarakan lomba balap Formula 1
dengan teknologi yang paling maju.
Lomba balap F1 di Singapura, yang diberi nama Grand Prix SingTel
Singapore Formula 1TM 2008, akan diselenggarakan pada malam hari dan
itu merupakan satu-satunya lomba balap F1 yang dilangsungkan pada
malam hari. Oleh karena itu, semua mata akan tertuju ke negara pulau
yang telah menghabiskan jutaan dollar untuk membuat lomba balap F1
malam hari itu dapat dilaksanakan.




Singapura ingin membuat lomba balap F1 yang untuk pertama kalinya
diselenggarakan di negara itu sebagai lomba balap F1 yang secara
teknologi paling maju di dunia.

Lampu-lampu yang akan menerangi pelaksanaan Grand Prix SingTel
Singapore Formula 1 2008 itu merupakan sistem dengan teknologi terkini
yang secara khusus diciptakan bagi lomba balap F1 Singapura oleh pakar
tata lampu Italia, Valerio Maioli.

Merancang dan memasang sistem penerangan di ruas jalan yang
digunakan sebagai sirkuit memiliki beberapa tantangan tersendiri.
Sistem tersebut harus memberikan penglihatan yang optimal,
meminimalkan silau dan pantulan cahaya dari permukaan jalan yang basah
atau dari mobil-mobil yang berlomba; menjamin keamanan (safety)
pembalap, pengawas, dan penonton; serta menyediakan pemandangan yang
baik bagi penonton dan kru televisi.

Mengingat lomba balap F1 Singapura akan diselenggarakan di sirkuit
jalan raya, ketinggian lampu haruslah lebih rendah dari kanopi yang
melindungi lintasan balap dari patahan ranting pohon. Selain semua
peralatan harus dapat dipasang dan dicopot dalam waktu sesingkat
mungkin sehingga meminimalkan gangguan pada kota tersebut. Tiang
penopang aluminium-sama seperti yang digunakan untuk menempatkan lampu-
lampu di panggung musik-akan digunakan untuk menopang kabel-kabel
listrik.

Sistem penerangan hanya akan ditempatkan pada satu sisi dari
sirkuit untuk mengurangi silau selama siaran TV berlangsung. Banyak
faktor yang dipertimbangkan untuk menetapkan lokasi dari tiang-tiang
lampu yang tinggi, serta juga lokasi tribun, posisi kamera, dan
infrastruktur permanen di sepanjang lintasan.



Struktur pendukung bagi sistem penerangan telah dikembangkan untuk
menjamin keamanan para pembalap pada saat terjadi kecelakaan. Sebagai
salah satu alternatif, daripada melindungi tiang lampu tinggi dengan
barikade-barikade beton besar, sebuah sistem yang diberi nama The
Chair, sebuah pelat baja yang memungkinkan tiang lampu tinggi cukup
mendapatkan perlindungan dari blok beton yang lebih kecil. Dengan
demikian, para petugas, atau sepeda motor satuan penyelamat, dapat
dengan mudah masuk.

Sangat spesial
Teknologi DigiFlag berupaya melakukan revolusi pada satu bidang
yang paling tradisional di lomba balap F1. Selama lima dekade, petugas
dan pembalap berkomunikasi dengan menggunakan bendera yang warnanya
berbeda-beda. Setiap warna bendera menginformasikan satu peringatan
atau instruksi tertentu. Contohnya, bendera hijau menginformasikan
kepada pembalap untuk mengurangi kecepatan dan tidak boleh mendahului,
sedangkan bendera biru menginformasikan kepada pembalap terbelakang
untuk memberi jalan kepada pembalap terdepan (overlap). Dan, dalam
Grand Prix SingTel Singapore Formula 1TM 2008, petugas untuk pertama
kali akan menggunakan DigiFlag (bendera digital) bersama-sama dengan
bendera kain.

Sistem tersebut akan menggunakan teknologi yang sama dengan yang
membantu memandu pilot menuju ke landasan pacu (runway) di berbagai
airport besar, serta telah diuji coba di Sirkuit Monza, Imola, dan
Barcelona selama dekade terakhir untuk menjamin sistem itu memenuhi
persyaratan FIA yang sangat ketat.

Persyaratan khusus yang ditetapkan bagi Grand Prix SingTel
Singapore Formula 1TM 2008 bisa diartikan sebagai proyek logistik
besar-besaran. Dan, itu melibatkan 110.000 meter kabel listrik, 240
tiang lampu tinggi baja, dan 1.500 lampu proyektor untuk menghasilkan
penerangan optimal dan menciptakan tingkat keterangan (brightness)
yang hampir sama dengan empat kali lipat dari rata-rata stadion
olahraga. Sistem penerangan itu mendapatkan aliran listrik dari 12
generator listrik ganda, yang masing-masing akan diawasi oleh seorang
tenaga ahli.



Michael McDonough, Direktur Teknik Grand Prix SingTel Singapore
Formula 1TM 2008, mengatakan, "Saya pikir Grand Prix SingTel Singapore
Formula 1TM 2008 akan merupakan lomba balap F1 yang paling menarik dan
paling ditunggu dalam 50 tahun terakhir. Tingkat ketertarikan dan
antisipasi yang diperlihatkan dengan gamblang oleh seluruh tim dan
semua orang yang terlibat dengan lomba balap F1, akan membuat lomba
balap itu sangat spesial, dan saya pikir akan menjadi lomba balap
yangbersejarah. Oleh karena itu, kami sangat menantikannya dan saya
pikir itu sangat fantastik."

Singapura sudah tidak sabar ingin menunjukkan pengembangan
teknologi yang dikembangkannya bagi lomba balap F1 di negaranya. Di
negara yang dikenal akan efisiensi dan kemampuannya dalam
mengorganisasikan segala sesuatu, Grand Prix SingTel Singapore Formula
1 2008 akan menempatkan negara kota itu di panggung dunia.(JL)

Artikel ini dimuat di harian Kompas, 16 September 2008, halaman 39






Label:

Rabu, 17 September 2008

Bermula dengan Mengejar Kesempurnaan


Lexus dikenal sebagai mobil papan atas yang menggunakan material berkualitas tinggi dan dibuat dengan keterampilan, ketelitian, dan cita rasa yang tinggi.
Sebelum keluar pabrik, pada setiap tahapan proses pembuatannya, sebuah mobil Lexus diperiksa dengan saksama oleh teknisi berpengalaman yang memiliki kemampuan seorang master, yang di dalam bahasa Jepang dikenal dengan nama takumi.
Dengan mengenakan sarung tangan putih, seorang takumi dengan penuh ketelitian memeriksa bagian demi bagian dari mobil Lexus pada tiap tahapan proses pembuatan mobil, dan membubuhkan tanda tangan jika bagian yang diperiksanya dianggap telah memenuhi standar kualitas dan cita rasa Lexus.


Pemeriksaan yang teliti pada setiap tahapan proses pembuatan mobil Lexus tidak hanya dilakukan oleh mesin atau robot, tetapi juga dilakukan para takumi dengan sarung tangan putihnya. Para petinggi Lexus menganggap pemeriksaan standar kualitas dan cita rasa yang ditetapkan oleh Lexus tidak bisa hanya diserahkan kepada mesin, mengingat kualitas dan cita rasa mobil Lexus itu akan diukur oleh pancaindra konsumen. Itu sebabnya, pemeriksaannya juga harus dilakukan oleh manusia yang memiliki tingkatan master, dalam hal ini seorang takumi.



Sama seperti di pabrik mobil lain, di pabrik Lexus pun proses pembuatan mobil terdiri dari lima tahap, yaitu pencetakan bodi (stamping), pengelasan (body weld), pengecatan (paint), perakitan (assembly), dan pengecekan akhir (inspection).

Bedanya, hanya di pabrik Lexus pada setiap tahapan itu ada takumi yang bertanggung jawab atas kualitas pengerjaan. Dan, seorang takumi tidak akan melewatkan satu detail pun. Oleh karena itu, filosofi Pursuit of Perfection (Mengejar Kesempurnaan) yang digunakan sebagai moto Lexus sangatlah tepat.

Semangat untuk mengejar kesempurnaan itu dapat dirasakan dengan baik oleh wartawan otomotif Asia Tenggara yang pada 20 Agustus lalu berkunjung ke Tahara Plant, pabrik Lexus yang terletak di Perfektur Aichi, sekitar 105 menit perjalanan dengan kereta api dari Nagoya.

Di Tahara Plant terdapat 10 takumi, 40 asisten takumi, 300 teknisi tingkat I, 600 teknisi tingkat II, dan 1.800 teknisi tingkat III. Mereka inilah yang bertanggung jawab atas kualitas setiap mobil Lexus yang keluar dari Tahara Plant.



Bersih dan senyap
Lexus yang memenuhi kualitas kelas dunia harus dibuat dalam lingkungan yang bersih dan senyap. Oleh karena itu, kebersihan menjadi hal terpenting di Tahara Plant. Setiap setengah jam sekali lantai pabrik dibersihkan sehingga lantai terlihat bersih dan mengkilat. Debu dianggap sebagai musuh utama.

Siapa pun yang akan memasuki area produksi di Tahara Plant diharuskan melewati lorong angin yang akan membersihkan debu yang menempel di pakaian dan tubuh orang yang akan masuk.

Untuk menjaga keselamatan para pekerja, tugas-tugas yang mencakup pengangkatan benda-benda berat, perakitan, atau pekerjaan yang menimbulkan stres yang tinggi dikerjakan oleh robot atau mesin-mesin lain.

Pengecatan menggunakan cat berbasis air guna menciptakan lingkungan kerja yang bersih dan sekaligus membuat cat tahan lama dan aman bagi lingkungan hidup. Dan, untuk menjaga agar cat tetap mulus, lengan-lengan robot yang melakukan proses pengecatan dilapisi dengan busa yang dibalut kain putih. Dan, untuk membuat cat pada mobil terlihat sempurna dan berkualitas tinggi, cat dipoles dengan air sehingga permukaan cat sangat halus.

Tahara Plant merupakan pabrik yang melahirkan Lexus. Lexus pertama yang diluncurkan pada tahun 1989, yakni LS400 yang selintas sosoknya mirip Mercedes Benz S560, diproduksi di Tahara Plant. Lexus yang diawali dengan LS400 dengan cepat mendapatkan di ceruk sedan papan atas dunia yang ditempati mobil-mobil papan atas Eropa dan Amerika Serikat.

Lexus LS460 dapat disandingkan dengan Mercedes Benz S-Class, BMW Serie 7, Audi A8, Jaguar XJ8, dan Cadillac.

LS460, LS600H, GS,300, LX570, dan IS F dilahirkan di Tahara Plant yang dianggap sebagai ibu dari Lexus. Model lain Lexus, seperti IS350/IS250/IS220d, ES350, dan RX350/RX400h diproduksi di Miyata Plant, Kyushu, yang dikunjungi Kompas, 22 Oktober 2007. (JL)

Artikel ini dimuat di harian Kompas, 16 September 2008, halaman 37

Label:

Konsumen Biasa Pun Bisa Jadi ”Pembalap”

Yukihiko Yaguchi
Chief Engineer
Lexus Development Center
Toyota Motor Corporation

Yukihiko Yaguchi yang berada di balik pengembangan Lexus IS F mengisahkan, sejak bergabung dengan Toyota Motor Corporation 30 tahun lalu, ia berobsesi membuat mobil yang ingin ia kendarai dan ingin ia miliki, yakni mobil sport berperforma tinggi, responsif, dan nyaman dikendarai.

Semasa bertugas di Lexus, Yaguchi turut serta mempersiapkan kelahiran sedan mewah papan atas Lexus LS, Toyota Supra yang menggunakan turbocharger, serta sedan sport pertama Lexus GS. Namun, tidak satu pun di antara mobil-mobil itu memenuhi ”kriteria tentang mobil yang ingin dimilikinya”.

Dalam 15 tahun terakhir, ia terus memikirkan tentang sebuah mobil super berpenggerak empat roda (all wheel drive) dengan tenaga besar, pengendalian seperti mobil balap, dan tenaga rem ekstra (untuk memberhentikan mobil).
Pendeknya, di dalam benaknya ia membayangkan tentang sedan sport premium yang menawarkan kenyamanan, kecanggihan (sophistication), dan performa yang setara atau bahkan dapat mengalahkan mobil Eropa dalam kelas yang sama.

Akhirnya, ia lelah menunggu. Ia memutuskan untuk maju dan mencari cara untuk membangun mobil sebagaimana yang dicita-citakannya. Posisinya di Brand Strategy Department di Lexus Center, Toyota Motor Corporation, memudahkan dirinya mewujudkan cita-citanya.



Tahun 2004, mulailah ia menggarap Lexus IS F. Pilihannya jatuh pada mesin double over-head camshaft (DOHC), 5.0 Liter, V8, yang lewat rekayasa Yamaha meningkat tenaganya. Kendati tetap efisien dalam mengonsumsi bahan bakar dan ramah lingkungan.
Fuji Speedway merupakan sirkuit bagi pengembangan Lexus IS F. Berbagai penyempurnaan dilakukan pada saat Lexus IS F diuji coba di Fuji Speedway, mulai dari stabilitas saat menikung, penyetiran atau pengendalian yang presisi, efisiensi pengereman, sampai akselerasi di lintasan lurus.

Dan, untuk mengecek segala sesuatu tentang Lexus IS F sudah benar, Yaguchi dan timnya mencoba Lexus IS F di berbagai lintasan balap, antara lain, Nurburgring Nordschleife di Pegunungan Eiffel, Jerman, Sirkuit Paul Ricard di Perancis selatan, Sirkuit Zolder di Belgia, dan Laguna Seca Raceway di California, Amerika Serikat.

Hasilnya adalah Lexus IS F yang berakselerasi secara mulus, pengendalian yang presisi, stabilitas prima, nyaman, dan mudah dikendarai. Itu sebabnya, menjawab pertanyaan wartawan, Yaguchi mengatakan, dengan mengendarai Lexus IS F, seorang konsumen biasa pun bisa jadi pembalap, dalam arti konsumen biasa dapat memacu mobilnya di sirkuit sebagaimana layaknya seorang pembalap.
Mengenai suara deruman mesin yang menyeruak ke dalam kabin saat pedal gas diinjak sampai ke lantai, menurut Yaguchi, itu disengaja untuk menimbulkan sensasi pada pengendara dan penumpang.



Walaupun Lexus IS F dikembangkan sebagai mobil sport berperforma tinggi, tetapi mobil tersebut tetap dapat digunakan untuk penggunaan sehari-hari. Apalagi, Lexus IS F juga dilengkapi dengan sistem penyejuk udara terkini dan sistem tata suara premium yang dilengkapi 13 speaker.

Dalam mengembangkan Lexus IS F, Yaguchi menggunakan Porsche 911 sebagai benchmark. Mobil sport papan atas buatan Jerman itu andal digunakan sebagai mobil sport berperforma tinggi dan juga dapat digunakan sebagai mobil untuk penggunaan sehari-hari.

Mengenai apa arti huruf F di belakang IS, tidak ada jawaban yang pasti. Mengingat F itu bisa melambangkan bentuk tikungan pertama di Fuji Speedway, atau bisa juga diartikan sebagai kependekan dari fast (cepat) atau fun (mengasyikkan), fascinating (memunculkan pesona), atau formula. (JL)

Artikel ini dimuat di harian Kompas, 16 September 2008, halaman 35


Label:

Menjajal Habis Lexus IS F

Tanggal 21 Agustus 2008. Jam menunjukkan pukul 14.15. Wartawan otomotif yang datang dari negara-negara Asia Tenggara berada di Pit Garage, Fuji Speedway, Jepang, tengah mengikuti briefing menjelang pelaksanaan test drive Lexus IS F, mobil sport berperforma tinggi keluaran Lexus.
Dalam briefing itu diberikan penjelasan tentang Fuji Speedway dan bagaimana memacu Lexus IS F di Fuji Speedway dengan aman. Misalnya, di bagian mana mobil boleh dipacu sampai maksimal, di bagian mana dan kapan mobil harus direm, atau pada ruas jalan yang lebar, lajur mana yang harus dilintasi, serta berapa kecepatan yang aman saat menikung tajam di beberapa bagian Fuji Speedway. Juga dijelaskan apa yang harus dilakukan apabila mobil mengalami oversteer atau understeer.


Tahap pertama, semua wartawan otomotif berkonvoi satu lap (putaran) di belakang pace car untuk melakukan pengenalan terhadap Fuji Speedway. Setelah itu, wartawan otomotif yang didampingi instruktur dipersilakan untuk memacu sesuai dengan keterampilannya. Kesempatan itu tentunya tidak disia-siakan.

Lexus IS F menyandang mesin berkapasitas 5.0 Liter, 8 silinder dalam konfigurasi V (V8), dan menghasilkan tenaga maksimum 416 PK pada 6.600 putaran mesin per menit (rpm) dengan garis merah pada 6.800 rpm. Torsi maksimum sebesar 505 Nm dicapai pada 5.200 rpm. Meskipun demikian, Lexus IS F sudah bertenaga besar pada putaran mesin rendah dan dengan cepat bertambah besar sesuai dengan meningkatnya kecepatan.

Itu membuat Lexus IS F sangat mudah dipacu. Mobil itu hanya memerlukan waktu 4,7 detik untuk mencapai kecepatan 100 kilometer per jam dari posisi berhenti. Begitu bendera diangkat, mobil langsung dipacu ke luar dari area Pit Garage. Tanpa susah payah kecepatan 120 kilometer per jam pun dicapai.

Dengan menggunakan persneling otomatik yang memiliki 8 tingkat kecepatan (khas Lexus), akselerasi berlangsung cepat dan mulus. Tanda untuk menurunkan kecepatan pun terlihat, pedal rem pun diinjak dalam-dalam hingga kecepatan turun sampai 80 kilometer per jam dan menikung tajam ke kanan. Begitu keluar tikungan pedal gas pun diinjak sampai ke lantai hingga dengan cepat jarum spidometer menunjukkan angka 140 kilometer per jam. Dan, bersamaan dengan injakan pedal gas sampai ke lantai itu, suara deruman mesin menyeruak ke dalam kabin sehingga memompa aliran adrenalin.



Persneling otomatik yang disandang Lexus IS F itu dilengkapi dengan teknologi tiptronic, yang memungkinkan pengendara menaikkan dan menurunkan gigi persneling secara manual sesuai dengan irama yang diinginkan. Pengendara tinggal menggeser tangkai persneling dari huruf D (drive) ke huruf M (manual) dan memajukan atau memundurkan tangkai persneling, atau melalui dua pedal kecil di setir.

Sangat mengasyikkan

Beberapa kali Lexus IS F sempat drifting sehingga membuat pengendaraan sangat mengasyikkan, seperti tengah mengikuti acara balapan sungguhan. Seperti layaknya mobil-mobil papan atas, Lexus IS F pun dilengkapi oleh vehicle stability control (VSC), yang tergabung dalam vehicle dynamics integrated management (VDIM) bersama dengan electronic power steering (EPS), traction control (TRAC), antilock braking system (ABS), electronic brake-force distribution (EBD), brake assist (BA), dan torsi mesin melalui electronically control throttle.

Namun, untuk menambah keasyikan berkendara, VSC yang pada mobil lain dikenal dengan nama electronic stability program (ESP), baru mengintervensi jika mobil benar-benar hilang kendali. Pengendara hanya perlu menahan setir dan mengikuti arah gerakan mobil yang dikoreksi oleh VSC.



Beberapa kali Lexus IS F sempat dikoreksi oleh VSC saat memasuki tikungan dengan kecepatan 160 kilometer per jam. Saat VSC bekerja di dalam kabin terdengar nada bip... bip... bip... bip..., dan mobil terasa ”ditarik” ke lajur yang seharusnya dilalui, dan itu menimbulkan keasyikan tersendiri.



Saat memasuki lintasan lurus yang melewati tribun, pedal gas langsung diinjak sampai ke lantai, suara deruman mesin menyeruak ke dalam kabin dan tak terasa jarum spidometer menunjukkan angka 240 kilometer per jam. Satu lap sudah diselesaikan. Namun, tak bisa lama, kecepatan harus kembali diturunkan sampai 80 kilometer per jam sebelum memasuki tikungan tajam kembali.

Setiap wartawan diberikan kesempatan untuk mencoba empat unit Lexus IS F dan menyelesaikan dua lap setiap mobil. Sebelum acara test drive berakhir, para wartawan merasakan memutar satu lap dengan Lexus IS F yang dikendarai oleh pembalap profesional yang menjadi instruktur pendamping.

Dengan pembalap profesional, Lexus IS F dipacu sampai ke batas. Tikungan demi tikungan dilahap dengan sangat cepat. Secara sengaja pembalap profesional berulang kali melakukan drifting di tikungan untuk menunjukkan kemampuan mobil sport itu. Lewat kesempatan inilah para wartawan dapat belajar bagaimana memacu mobil hingga ke batas dengan aman.(JL)

Artikel ini dimuat di Kompas, 16 September 2008, halaman 35

Label:

Jumat, 05 September 2008

Lima Pemenang Siap Berpacu 300 Km Per Jam di Sepang

Lima dari 60 finalis Marlboro Red Racing MotoX2 dalam acara puncak di Sirkuit Sentul, Bogor, Jawa Barat, 30 Agustus lalu, yang diberi nama Full Action Full Speed, berhasil merebut tiket untuk mengikuti tahapan berikutnya di Sirkuit Sepang, Malaysia, Oktober mendatang. Mereka adalah Yoga Pramudita Hidayat (Jakarta), Rhomdony Irawan (Bandung), Anggun Nusantara (Depok), Mario Tondi P Lubis (Medan), dan Yosa Taufik Ismail (Bogor).
Di Sirkuit Sepang, kelima pria itu akan merasakan dibonceng oleh pembalap legendaris MotoGP, Randy Mamola, yang mengendarai Ducati Desmosedici X2 two seater, dengan kecepatan 300 kilometer per jam. Ducati Desmosedici X2 two seater memiliki spesifikasi yang sama dengan sepeda motor yang dikendarai oleh Casey Stoner.

Di samping itu, mereka juga akan dapat menonton MotoGP secara langsung di paddock Marlboro Ducati serta bisa bertemu langsung dengan pembalap Marlboro Ducati, Casey Stoner dan Marco Melandri.
Kelima pria itu dapat dikatakan beruntung mengingat yang mendaftar untuk mengikuti Marlboro Red Racing MotoX2 itu ada 1.500 orang. Dari 1.500 pendaftar disaring 60 finalis, yakni dari Bali (3 orang), Yogyakarta (3), Semarang (4), Palembang (4), Balikpapan (2), Makassar (2), Jabodetabek (22), Pekanbaru (1), Bandung (11), Surabaya dan Malang (5), serta Medan (3). Di antara ke-60 finalis itu terdapat 3 perempuan.
Kelima pemenang itu diseleksi oleh 12 trainer asal Italia. Mereka dianggap memiliki kapabilitas, baik dari segi keterampilan (skill), mental, maupun peningkatan yang dialami sejak kedatangan hingga final.




Sejak pagi hari, ke-60 finalis Marlboro Red Racing MotoX2 itu diberikan pemahaman mengenai basic skill riding, yang diikuti praktik pengendaraan sepeda motor Ducati, yakni 14 unit Ducati Monster dan 14 Ducati Hypermotard.

Ke-60 finalis itu juga merasakan dibonceng dua lap (putaran) dengan Ducati Superbike 1098S two seater hingga kecepatan 295 kilometer per jam. Sensasi dibonceng dengan kecepatan di atas 200 kilometer per jam sangat luar biasa dan merupakan pengalaman yang sulit untuk dilupakan.

Perasaan saat motor mulai dipacu cepat hingga roda depan terangkat dari aspal, saat menembus kecepatan lebih dari 200 kilometer per jam, atau tekanan yang dirasakan saat motor direm dengan keras untuk menurunkan kecepatan dari 270 kilometer per jam sampai 80 kilometer per jam, atau ketegangan yang dialami saat menikung tajam hingga wajah terasa sangat dekat dengan aspal, sangat sulit untuk digambarkan dengan kata-kata.



Kompas yang mendapatkan kesempatan dibonceng dengan kecepatan di atas 200 kilometer per jam sulit menemukan kata-kata yang tepat untuk menggambarkan perasaan itu. Namun, sensasi yang ditimbulkan sungguh sulit dilupakan. Mulai dari saat Ducati Superbike dipacu dengan cepat hingga roda depan terangkat, menikung tajam hingga wajah terasa sangat dekat dengan aspal, sampai saat dipacu dengan kecepatan lebih dari 200 kilometer per jam.

Seorang finalis asal Jakarta, yang mengaku pernah memacu sepeda motornya di Jalan Gatot Subroto pada tengah malam hingga 160 kilometer per jam, tidak bisa berkomentar ketika ditanyakan perasaannya. Ia berulang kali hanya mengatakan, ”Luar biasa!” (JL)

Artikel ini dimuat di harian Kompas, 5 September 2008, halaman 48

Label:

Honda Jazz Baru: Efisien dalam Mengonsumsi Bahan Bakar


Hari Rabu, 27 Agustus 2008. Pagi jam menunjukkan pukul 09.00. Wartawan otomotif dari beberapa surat kabar nasional berkumpul di kantor PT Honda Prospect Motor di Sunter. Di area parkir di depan lobi, terparkir rapi enam unit Honda Jazz Generasi II.
Pagi itu, dijadwalkan akan diadakan test drive Honda Jazz Generasi II secara terbatas untuk menguji efisiensi bahan bakar mobil yang diklaim hemat dalam mengonsumsi bahan bakar itu.
Kompas sesungguhnya telah menguji mobil itu pada tanggal 25 Juni lalu di kawasan perumahan Sentul City, Sentul, Jawa Barat, dua hari sebelum mobil itu diluncurkan di Equinox Club, Plaza Senayan, Jakarta. Namun, ajakan untuk mengikuti test drive Honda Jazz Generasi II secara terbatas itu sulit untuk dilewatkan begitu saja mengingat test drive yang dimaksudkan untuk menguji efisiensi bahan bakar itu dilakukan senyata mungkin, sama seperti dalam kehidupan sehari-hari.


Para wartawan otomotif mengemudikan keenam unit Honda Jazz itu ke enam lokasi yang berbeda, melintasi kondisi jalan yang berbeda-beda, dan juga jarak yang berbeda-beda, baik itu melintas di tengah-tengah kemacetan lalu lintas, di ruas jalan tol dalam kota, maupun di Jalan Tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi). Test drive dilakukan dengan menggunakan penyejuk udara (AC) dan tanpa pembatasan kecepatan.

Kompas mendapatkan unit Honda Jazz Generasi II yang ketiga dengan rute HPM Sunter-Cilandak Town Square (Citos)-Plaza Senayan-Desa Gumati Sentul-Dharmawangsa Hotel. Total perjalanan yang ditempuh sejauh 156,7 kilometer. Yang mengejutkan adalah konsumsi bahan bakarnya 1 liter bensin untuk menempuh perjalanan sejauh 13,8 kilometer.

Padahal, selama mengemudikan Honda Jazz Generasi II yang menggunakan persneling otomatik itu, Kompas sama sekali tidak berusaha untuk mengemudikan mobil tersebut dengan tujuan menghemat bahan bakar, misalnya dengan menjaga agar kecepatan mobil tetap konstan dengan kisaran putaran mesin antara 2.000-2.500 putaran mesin per menit (rpm).

Langsung dipacu

Begitu keluar dari pekarangan HPM Sunter, pedal gas langsung diinjak dalam-dalam hingga jarum tachometer (penunjuk putaran mesin) menunjukkan angka 4.800 rpm mengingat pada angka 4.800 rpm itulah torsi maksimum sebesar 143 Newton-meter (Nm) dicapai.



Namun, mesin tidak sempat dipacu lama. Kemacetan di kawasan Sunter membuat perjalanan menuju pintu tol dalam kota agak terhambat. Setelah memutar di Tanjung Priok dan membayar tiket tol di pintu tol dalam kota, mobil pun segera dipacu. Jalan tol dalam kota pagi itu agak lengang sehingga Honda Jazz Generasi II dapat dipacu dengan kecepatan 120 kilometer per jam.
Sesekali, saat akan mendahului kendaraan lain, jarum spidometer menunjukkan angka 140 kilometer per jam. Di persimpangan Tol Cawang, alat navigasi menyarankan untuk membelok ke kiri dan kemudian membelok ke kanan ke arah Grogol, tetapi arus lalu lintas ke arah Grogol yang nyaris tak bergerak membuat Kompas memutuskan untuk lurus ke arah Taman Mini Indonesia Indah (TMII). Di kawasan TMII, Kompas mengambil arah kiri dan masuk ke jalan tol lingkar luar Jakarta (JORR) ke arah Pondok Indah.

Kompas keluar di pintu tol Cipete, memutar balik, dan memasuki Citos. Di Citos, diberitahukan bahwa tempat tujuan berikutnya adalah Plaza Senayan. Perjalanan kemudian dilanjutkan ke Plaza Senayan. Sangat padatnya lalu lintas di ruas jalan menuju ke Plaza Senayan membuat perjalanan agak lama. Sampai di Plaza Senayan, alat pengukur yang ada menunjukkan bahwa konsumsi bahan bakar mobil yang digunakan Kompas, 1 liter bensin untuk menempuh perjalanan sejauh 13,5 kilometer.

Kecuali mobil yang kedua, yang digunakan oleh Jawa Pos, semua mobil berkumpul di Plaza Senayan. Setelah beristirahat sejenak di Coffee Bean, Plaza Senayan, perjalanan dilanjutkan ke Desa Gumati. Perjalanan menuju pintu tol dalam kota di Semanggi sempat terhambat. Lalu lintas di Jalan Jenderal Sudirman (dari Bundaran Patung Pemuda ke Jembatan Semanggi) macet berat.

Seusai membayar tiket tol di pintu tol Semanggi, mobil kembali dipacu cepat. Di Jalan Tol Jagorawi, mobil kembali dipacu sampai 140 kilometer per jam. Kali ini Kompas mengoperasikan teknologi tiptronic yang melengkapi persneling otomatik dengan 5 tingkat kecepatan untuk mendapatkan keasyikan berkendara. Kompas menaikkan dan menurunkan gigi persneling secara menual tanpa kopling melalui pedal kecil (paddle shift) di setir.

Setelah acara makan siang, perjalanan dilanjutkan ke Dharmawangsa Hotel melepas kelelahan di Spa. Yang menarik adalah konsumsi bahan bakar dari keenam unit Honda Jazz Generasi II itu berkisar dari yang terboros, 1 liter bensin : 12,5 kilometer, sampai yang terhemat, 1 liter bensin : 16 kilometer, mendekati klaim pabrik 1 liter bensin : 19 kilometer. (JL)

Artikel ini dimuat di harian Kompas, 5 September 2008, halaman 48

Label: