Senin, 18 Februari 2008

Melintasi Jalan Sempit di Bali


Jimbaran, 2 Februari 2008, pukul 11.00. Kelelahan karena menunggu
pesawat terbang selama 14 jam di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Jumat
(1/2), sehari sebelumnya, tak lagi tersisa. Suasana dan keindahan alam
Bali membuat semangat untuk melakukan test drive Mercedes Benz C-Class
W204 menggebu.
Di halaman depan The Intercontinental Resort, Jimbaran, 10 unit
Mercedes Benz C200 Kompresor berjajar rapi.
Para wartawan otomotif
dari Jakarta segera menuju mobil sesuai urutan yang telah ditentukan.
Rute yang akan ditempuh siang itu adalah dari The Intercontinental
Resort, Jimbaran, menuju Maya Ubud Resort, Ubud, yang diperkirakan
akan memakan waktu 1 jam 15 menit.


C-Class W204 memiliki dimensi, panjang 4,581 meter, lebar 2,020
meter, dan tinggi 1,447 meter. Dibandingkan dengan pendahulunya (C-
Class W203), C-Class W204 lebih panjang 5,5 sentimeter (cm), lebih
lebar 4,2 cm, dan lebih tinggi 2,1 cm. Jarak as roda depan dan
belakang (wheelbase)-nya juga bertambah 4 cm. Meskipun demikian,
berkat desainnya yang apik, dalam pandangan selintas C-Class baru
terlihat ramping dibandingkan dari C-Class pendahulunya.



Tak sabar, mesin pun segera dihidupkan. Begitu pace car (kendaraan
terdepan yang memimpin perjalanan) meluncur, secara berurutan ke-10
Mercedes Benz meninggalkan The Intercontinental Resort, Jimbaran.
Seakan tidak ingin membuang-buang waktu, pace car langsung dipacu
dengan cepat. Langsung terasa bahwa performa C200 K W204 jauh lebih
baik dibandingkan dengan pendahulunya. C200 K W204 terasa lebih
bertenaga dan lebih responsif.

Melihat data yang ada memang C200 K W204 mengalami pertambahan
tenaga maksimum dari 163 PK menjadi 184 PK pada 5.500 rpm. Torsi
maksimumnya pun meningkat dari 240 Nm menjadi 250 Nm pada 2.800-5.000
rpm.



Yang paling asyik adalah pada saat C200 K W204 dipacu di ruas
jalan yang sempit. Mobil terasa sangat gesit (agile) berkat agility
control
pada setir dan suspensi, yang dilengkapi selective damping
system
. Dan, wheelbase yang diperpanjang pun membuat C200 K W204 lebih
stabil. Tanpa kesulitan iring-iringan C200 K W204 yang semuanya
berwarna hitam itu melahap jalan sempit yang berliku.

Dengan pengaturan kickdown yang tepat, tenaga dan torsi mesin
disalurkan ke roda belakangsecara mulus. Jika ingin pengendaraan
sport, tinggal mengaktifkan tiptronic (touchshift) dengan menggeser
tangkai persneling ke kiri. Dengan demikian, pengendara dimungkinkan
untuk menaikkan atau menurunkan gigi persneling secara manual.

Tanggal 2 Februari 2008 itu bertepatan dengan peringatan Kuningan
di Bali sehingga beberapa ruas jalan menjadi sangat sempit karena
banyaknya sepeda motor yang diparkir di tepi jalan di dekat pura.
Akibatnya, perjalanan ke Maya Ubud Resort menjadi lebih lama daripada
yang diperkirakan semula.

Dalam perjalanan kembali ke The Intercontinental Resort, Jimbaran,
iringan-iringan memilih rute melalui jalan raya. Dengan demikian,
kecepatan mobil pun bisa dipacu lebih tinggi. Tidak salah jika C-Class
W204 disebutkan sebagai mobil yang bukan hanya nyaman bagi penumpang,
tetapi juga mengasyikkan bagi pengendara (driver's car).

Mercedes Benz Indonesia yakin bahwa C-Class W204 dapat diandalkan
untuk bersaing dengan BMW Serie 3, Audi A4, dan Lexus IS. Dalam tahun
2007, C-Class mencetak prestasi yang membanggakan. C-Class mendominasi
segmen mobil kompak premium dengan penjualan sebanyak 865 unit, atau
57 persen pangsa pasar. Di antara 865 unit C-Class yang terjual itu,
66 unit termasuk W204 yang mulai dipasarkan sejak bulan Juli 2007.

Masuki wilayah baru

Malam hari, para wartawan berkumpul dengan kalangan selebriti di
KU DE TA, Seminyak, yang semuanya diminta menggunakan pakaian serba
putih, untuk menghadiri pesta rahasia (C-Cret Party), yang diadakan
diudara terbuka di tepi pantai. Ternyata, pada pesta itu dipajang C200
K W204 Avantgarde dengan warna putih mutiara, dan juga diramaikan oleh pertunjukan Tari Api dan Capoeira.



"Dengan meluncurkan C-Class Avantgarde berwarna putih mutiara itu,
Mercedes telah memasuki wilayah baru," ujar Presiden Direktur Mercedes
Benz Indonesia Rudi Borgenheimer. Di Indonesia, dalam beberapa tahun
terakhir, sebagian besar C-Class dipasarkan dengan warna silver atau
hitam.



Warna putih yang merupakan warna tahun 2008 diharapkan dapat
mengangkat penjualan C-Class W204 di kalangan muda, yang menjadi
target utama. Dengan desain baru yang lebih sporty serta perbaikan
performa mesin dan kegesitan, rasanya C-Class akan sulit ditandingi.
Bersamaan dengan C200 K Classic, juga dipasarkan varian C200 K
Avantgarde dan C230 V6 Elegance, Avantgarde, dan AMG. Kesemuanya
diimpor secara completely knocked-down (CKD) dan dirakit di dalam
negeri.

C200 K Classic dijual dengan harga Rp 489 juta dan Avangarde Rp
564 juta, sementara C230 Elegance dijual dengan harga Rp 609 juta dan
Avantgarde/AMG Rp 669 juta.(JL)

Artikel ini dimuat di harian Kompas, 15 Februari 2008, halaman 43


Label:

Minggu, 03 Februari 2008

Sulitnya Saat Memutuskan untuk Membeli Mobil



Pada saat seseorang akan membeli mobil, biasanya ia akan menghadapi kesulitan ketika harus memutuskan mobil apa yang akan dibelinya. Mengingat di pasar begitu banyak jenis mobil yang ditawarkan.

Jika seseorang memiliki dana yang berlebih, persoalannya menjadi tidak begitu rumit karena ia dapat menukar tambah (trade in) mobilnya dengan mobil lain. Demikian juga jika mobil yang akan dibeli adalah mobil kedua atau ketiga, karena biasanya mobil itu merupakan pelengkap. Namun, jika mobil yang akan dibeli adalah mobil pertama dan dana yang dimiliki tidak banyak, kesulitan pun menghadang di hadapan.




Sesungguhnya, ada beberapa kiat yang dapat diterapkan pada saat seseorang akan membeli mobil, yaitu pertama, tentukan jenis mobil yang diperlukan. Kedua, tetapkan pilihan pada salah satu mobil di antara mobil-mobil yang pernah di-test drive. Ketiga, tentukan akan membeli secara tunai atau secara cicilan, dan keempat, usahakan untuk mendapat harga yang terbaik.



Kiat pertama tampaknya sangat mudah, yakni tentukan jenis mobil yang diperlukan. Namun, dalam kenyataannya itulah hal yang paling sulit dilakukan karena seseorang biasanya sulit untuk membedakan antara mobil yang diperlukan dan mobil yang diinginkan.




Misalnya, seseorang memerlukan mobil untuk menjalani kehidupannya sehari-hari, yakni ke kantor, menjemput anak sekolah, dan sesekali bepergian berbelanja ke mal. Jika anaknya hanya satu, seharusnya sebuah mobil kota, hatchback subkompak, atau sedan subkompak adalah mobil yang diperlukannya. Atau kalau dananya berlebih, ia dapat membeli sedan kompak atau sedan menengah.




Namun, ketika ia sudah mendatangi ruang pajang (show
room) dan melihat sport utility vehicle (SUV) atau multi-purpose vehicle (MPV) yang dapat memuat 7 atau 8 penumpang, pikirannya berubah dan ia menjadi ragu-ragu dalam menentukan pilihan. Sosok SUV yang gagah membuat dirinya bimbang, apalagi pilihan mereknya banyak. Ia merasa penampilan dirinya akan terangkat apabila ia menggunakan SUV. Bahkan, kadang-kadang seseorang membeli mobil yang menggunakan penggerak empat roda, yang sesungguhnya tidak diperlukannya.



Atau saat melihat MPV, pikirannya langsung membayangkan alangkah asyiknya jika pada hari raya ia dan keluarga besarnya dapat bepergian dengan leluasa ke luar kota atau pulang kampung. Daripada setiap kali harus bepergian dengan dua mobil di tengah kemacetan lalu lintas, ia merasa bepergian dengan satu mobil lebih praktis. Itu berarti ia memilih MPV. Padahal mobil itu tidak diperlukannya dan jika kemudian memutuskan untuk membelinya, ia harus memundurkan pintu pagar rumahnya agar MPV itu dapat ditempatkan di carport-nya.

Apalagi urusan pemilihan mobil itu ternyata juga berkaitan dengan selera dan emosi (perasaan) yang sulit diprediksi sebelumnya. Misalnya bisa saja seseorang memiliki dana
Rp 150-an juta, ia berangkat dari rumah dengan tujuan membeli mobil pada kisaran harga Rp 150 juta. Namun, setelah sampai di ruang pajang, perhatiannya tertuju pada suatu mobil tertentu yang harganya Rp 200-an juta. Dan, setelah duduk di dalamnya serta men-test drive-nya, pilihannya mantap pada mobil itu. Ia tidak peduli bahwa untuk menutup kekurangannya itu ia harus mengais-ngais tabungan atau meminjam dana ke bank.

Pada akhirnya, agar seseorang itu mengambil putusan yang benar saat akan membeli mobil, ia memerlukan pendapat orang lain, terutama pakar otomotif, yang dianggapnya dapat menyelesaikan persoalannya. Dengan demikian, ia dapat dibantu untuk memutuskan antara mobil yang diperlukan dan mobil yang diinginkannya.

ATPM juga bingung

Kesulitan yang sama juga dialami oleh agen tunggal pemegang merek (ATPM) di Indonesia. Pertanyaan yang selama ini terus membayang-bayangi petinggi ATPM adalah apa pertimbangan utama seseorang saat memutuskan untuk membeli suatu mobil tertentu?

Ketika pertanyaan itu diajukan, jawabannya sangat beragam. Ada yang mengatakan, style (corak atau mode) atau tampilan dari suatu mobil yang menjadi pendorong utama, ada pula yang berpendapat, harga yang murah yang di balik keputusan itu, ada juga yang menyebutkan, faktor emosional atau fanatik terhadap merek tertentu, atau ada pula yang mengatakan, faktor hemat bahan bakar, dan banyak alasan lain.

Namun, ketika berupaya untuk mendapatkan jawaban yang pasti, hal itu tidak dapat dilakukan mengingat setiap segmen mempunyai kecenderungan yang berbeda-beda.
Bagaimana orang dapat menjelaskan bahwa Honda Jazz yang diluncurkan pada 19 Februari 2004 langsung mendominasi segmen hatchback subkompak. Padahal di segmen itu sudah ada Peugeot 206 dan Suzuki Aerio yang populasinya cukup besar.

Memang Honda Jazz yang berbekal gelar Car of The Year di Jepang tahun 2001 dan 2002 serta Best Selling Car of The Year di Jepang pada tahun 2002, bisa jadi faktor penarik bagi konsumen Indonesia untuk membeli mobil tersebut. Namun, apakah benar orang memutuskan untuk membeli karena gelar yang dimiliki oleh Honda Jazz itu? Atau, jangan-jangan karena sosok Honda Jazz dianggap menarik? Atau jangan-jangan karena sistem persneling otomatiknya yang dilengkapi dengan steermatic (tiptronic)?

Jika harga yang murah menjadi acuan, rasanya kok sulit diterima. Lihat saja, Toyota Avanza yang sosoknya 100 persen sama dengan Daihatsu Xenia dan dijual dengan harga yang lebih mahal daripada Daihatsu Xenia. Toyota Avanza dalam tahun 2007 terjual sebanyak 61.923 unit, sedangkan Daihatsu Xenia hanya sebanyak 30.013, atau kurang dari separuh.

Jika pertimbangannya hemat bahan bakar dan harga yang terjangkau, seharusnya mobil-mobil kota yang dijual dengan kisaran harga Rp 95 juta hingga Rp 118 juta harusnya laku dijual.
Kendaraan favorit di Indonesia tampaknya masih mobil-mobil MPV atau mobil yang dapat memuat 7-8 penumpang mengingat pada umumnya, keluarga-keluarga muda yang memiliki dua atau tiga anak selalu bepergian dengan satu atau dua baby sitter.

Namun, yang paling unik adalah pasar untuk SUV seakan tidak terbatas. Berbagai varian SUV meramaikan pasar, mulai dari Honda CRV, Nissan XTrail, Suzuki Grand Vitara, Ford Escape, Mazda Tribute, KIA Sportage II, Hyundai Tucson, sampai yang terakhir Chevrolet Captiva.
Walaupun sebagai pendatang baru Chevrolet Captiva dapat menjual 992 unit dan Honda CRV mengalami peningkatan penjualan sampai 15.750 unit, namun Nissan XTrail pun mengalami peningkatan penjualan dengan 2.783 unit, demikian juga Suzuki Grand Vitara dengan 7.195 unit. (JL)

Artikel ini dimuat di
harian Kompas, 1 Februari 2008, halaman 47

Label: